TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah Inggris akan mendanai warganya yang bersedia menampung pengungsi dari Ukraina.
Dilansir Reuters, Inggris membuat skema penerimaan pengungsi yang disebut 'Homes for Ukraine', di mana para korban invasi Rusia ini bebas datang ke UK untuk tinggal.
Pemerintah akan memberikan uang 350 pound (Rp6,5 juta) per-bulan bagi warga yang mau menampung mereka atau menawarkan propertinya untuk jangka waktu minimal enam bulan.
Perdana Menteri Boris Johnson berusaha menggambarkan Inggris sebagai pemimpin respon global terhadap invasi Rusia.
Di sisi lain, pemerintahannya juga menghadapi kritik atas keterlambatan dalam menerima para pengungsi.
Baca juga: Perang Ukraina Tewaskan Ribuan Tentara, Hancurkan Infrastruktur Senilai 100 Miliar Dolar AS
Baca juga: Pengawas Nuklir PBB: Rusia Berencana Kendalikan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Zaporizhzhia
Anggota parlemen dari semua partai politik utama, mengecam kebijakan pemerintah yang mengharuskan warga Ukraina mencari visa dan tes biometrik sebelum tiba di Inggris.
Aturan ini dinilai memprioritaskan birokrasi dibanding kesejahteraan pengungsi.
Di bawah skema baru, masyarakat, badan amal, bisnis, dan kelompok masyarakat dapat menawarkan akomodasi melalui situs web pada akhir minggu depan, kata pemerintah pada Minggu (13/3/2022).
"Inggris berdiri di belakang Ukraina di saat-saat tergelap mereka dan publik Inggris memahami perlunya menyelamatkan sebanyak mungkin orang secepat mungkin," kata Michael Gove, Menteri Perumahan, dalam sebuah pernyataan.
"Saya mendesak orang-orang di seluruh negeri untuk bergabung dalam upaya nasional dan menawarkan dukungan kepada teman-teman Ukraina kita."
"Bersama-sama kita dapat memberikan rumah yang aman bagi mereka yang sangat membutuhkannya."
Siapa pun yang menawarkan kamar atau rumah, harus menunjukkan bahwa akomodasi tersebut memenuhi standar dan mereka mungkin harus menjalani pemeriksaan catatan kriminal.
Jumlah pengungsi yang melarikan diri dari Ukraina bisa meningkat menjadi lebih dari 4 juta, dua kali lipat dari perkiraan saat ini sekitar 2 juta, kata Badan Pengungsi PBB pekan lalu.
Invasi Rusia ke Ukraina masih bergulir hingga Minggu (13/3/2022), terbaru pasukan Putin bergerak lebih dekat ke Ibu Kota Kyiv.
Kehancuran yang signifikan terlihat di kota-kota besar dan kecil saat Moskow melanjutkan pengebomannya ke Ukraina.
Beberapa ledakan terdengar sesaat sebelum pukul 6 pagi di pinggiran kota barat laut Lviv.
Berikut sejumlah peristiwa yang terjadi dilansir CNN dan Al Jazeera:
- Rusia mengancam akan menembaki pengiriman senjata ke Ukraina, dengan mengatakan konvoi dengan senjata asing dapat dianggap sebagai "target yang sah."
- AS akan mengirim bantuan militer mencakup anti-armor, sistem anti-pesawat, dan senjata ringan.
- Sebagian besar pasukan darat Rusia berada sekitar 25 km dari pusat ibukota Ukraina, ungkap Kementerian Pertahanan Inggris pada Sabtu.
- Kota Kharkhiv, Mariupol, Mykolaiv, Dnipro, Chernihiv dan Sumy berada di bawah serangan gencar Rusia dan pasukan invasi telah memperluas serangan mereka di Ukraina ke barat.
- Tujuh warga sipil, termasuk wanita dan seorang anak dilaporkan dibunuh pasukan Rusia ketika mencoba melarikan diri dari Desa Peremoga, di wilayah Kyiv, menurut Kementerian Pertahanan Ukraina.
Baca juga: Hindari Asetnya Dibekukan, Warga Rusia Berbondong-bondong ke UEA untuk Likuidasi Kripto
Baca juga: Kuasai Wilayah dan Culik Pemimpin, Militer Rusia Lantik Wali Kota Baru Melitopol di Ukraina Tenggara
- Sebanyak 12.729 warga Ukraina berhasil dievakuasi pada Sabtu.
- Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memperingatkan pasukan Rusia bahwa mereka menghadapi pertempuran habis-habisan jika mencoba menduduki ibukota Kyiv.
- Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg mengatakan Rusia mungkin menggunakan senjata kimia setelah invasinya ke Ukraina, dan langkah seperti itu akan menjadi kejahatan perang, menurut sebuah wawancara di surat kabar Jerman Welt am Sonntag.
- Presiden Zelenskyy menilai Rusia sedang mencoba untuk menciptakan "republik semu" baru di Ukraina untuk memecah negaranya.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)