Sejak itu, sekitar 400.000 orang yang tinggal di Mariupol tidak memiliki akses ke air, makanan, dan obat-obatan.
Pemanas, layanan telepon – dan listrik di banyak daerah – telah diputus.
“Situasinya telah menjadi bencana selama berhari-hari,” kata Jason Straziuso dari ICRC kepada Al Jazeera.
“Bahkan tim kami mengambil air dari sungai … tetapi bagaimana semua orang (bisa) melakukannya … terutama jika Anda sudah tua?”
Straziuso mengatakan anggota timnya hanya makan satu kali sehari demi menghemat persediaan.
Dalam sebuah pernyataan pada Minggu (13/3/2022), ICRC memperingatkan waktu sudah "habis" bagi mereka yang terjebak di kota.
“Sejarah akan melihat kembali apa yang sekarang terjadi di Mariupol jika tidak ada kesepakatan yang dicapai oleh kedua pihak secepat mungkin.”
Baca juga: Deplu Amerika Serikat Umumkan Sanksi terhadap 11 Pejabat Pertahanan Rusia
Baca juga: Rusia Disebut Minta Bantuan Makanan dari China di Tengah Invasi ke Ukraina
Presiden ICRC, Peter Maurer, meminta semua pihak yang terlibat dalam pertempuran untuk “menempatkan kepentingan kemanusiaan terlebih dahulu”.
ICRC mengatakan “perjanjian yang konkret, tepat, dan dapat ditindaklanjuti” diperlukan tanpa penundaan sehingga warga sipil yang ingin pergi dapat mencapai keselamatan, dan bantuan dapat menjangkau mereka yang tinggal.
Moskow telah berulang kali membenarkan serangannya di Ukraina, dengan mengatakan bahwa pihaknya sedang melakukan "operasi militer khusus" yang menyerang sasaran militer.
Pekan lalu, Kyiv menuduh Rusia membom rumah sakit anak-anak dan bangsal bersalin dan menewaskan tiga orang.
Sementara otoritas lokal Mariupol pada hari Kamis melaporkan bahwa daerah pemukiman kota telah ditembaki "setiap 30 menit".
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)