TRIBUNNEWS.COM - Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov menilai Barat sedang mengobarkan perang informasi melawan negaranya.
Bicara dalam sebuah wawancara di RT TV pada Jumat (18/3/2022), Lavrov juga menyinggung unsur terorisme informasi.
"Pergantian pengertian sering terjadi. Ketika sesuatu terjadi, seperti protes massa, demonstrasi yang mereka (Barat) tidak suka, mereka langsung menyebutnya terorisme domestik."
"Ini perang. Ini perang yang melibatkan metode terorisme informasi. Ada tidak ada keraguan tentang ini," katanya, dikutip dari kantor berita Rusia, TASS.
Menurut pejabat Putin ini, bidang informasi global didominasi media Amerika dan Inggris serta dunia Anglo-Saxon.
Baca juga: Pesawat Militer Amerika Jatuh di Dekat Perbatasan Rusia
Baca juga: Sejumlah Bantuan Militer Dikirim Sekutu ke Ukraina, Drone hingga Sistem Rudal Pertahanan Udara
Anglo-Saxon istilah untuk negara-negara berbudaya khas dan berbeda sejarah sosial budaya dengan negara di daratan Eropa barat lainnya yang disebut kontinental.
Britania Raya, Irlandia, Amerika Serikat, dan Australia adalah negara-negara yang disebut sebagai Anglo-Saxon.
Di sisi lain, kata Lavrov, Rusia berada di posisi yang sederhana.
"Kami sudah lama memahami bahwa tidak ada media Barat yang independen. Di Amerika Serikat, hanya Fox News yang mencoba menyajikan beberapa sudut pandang alternatif."
"Tetapi ketika Anda menonton saluran lain, ketika Anda membaca jejaring sosial dan platform internet, ketika penjabat presiden diblokir, Anda menyadari bahwa penyensoran ini berlanjut dalam skala besar," tegas Lavrov.
Dalam kesempatan itu, Menlu Rusia ini juga menyinggung platform media sosial salah satunya TikTok.
Lavrov menilai, Washington berusaha menarik anak-anak melalui platform ini.
"Saya yakin ini upaya untuk mencuci otak mereka seumur hidup, dan ini tidak senonoh dan tidak adil."
"Kalau mau persaingan informasi, kalau mau persaingan antar media, maka harus ada aturannya," kata Menlu.
Presiden Ukraina Menuntut Pembicaraan Damai
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky pada Sabtu (19/3/2022) menyerukan pembicaraan damai komprehensif dengan Moskow untuk menghentikan perang.
Ia memperingatkan bahwa Rusia membutuhkan waktu lama untuk pulih dari kerugian dari konflik saat ini.
Sejak melancarkan serangan pada 24 Februari, pasukan Rusia terus menghadapi perlawanan keras dari Ukraina.
Militer Rusia mengepung kota-kota dan membombardirnya.
Sirene serangan udara terdengar Sabtu pagi di wilayah Kyiv, Chernihiv, dan Zhytomyr, tetapi belum ada laporan tentang serangan baru.
"Saya ingin semua orang mendengar saya sekarang, terutama di Moskow. Waktunya telah tiba untuk pertemuan, sekarang saatnya untuk berbicara," kata Zelensky, dikutip dari Reuters.
"Waktunya telah tiba untuk memulihkan integritas teritorial dan keadilan bagi Ukraina. Jika tidak, kerugian Rusia akan sedemikian rupa sehingga Anda perlu beberapa generasi untuk pulih," tambahnya.
Baca juga: Invasi Rusia ke Ukraina Hari ke-24, Berikut Ini Sejumlah Peristiwa yang Terjadi
Baca juga: Zelensky Peringatkan Dampak Jika Invasi Rusia Tak Kunjung Sepakati Damai
Pada 2 Maret lalu, Rusia mengakui setidaknya 500 tentaranya tewas dalam pertempuran.
Ukraina mengatakan jumlahnya sekarang mencapai ribuan.
Kyiv dan Moskow melaporkan beberapa kemajuan dalam pembicaraan minggu ini, menuju formula politik yang akan menjamin perlindungan keamanan Ukraina di luar aliansi NATO.
Namun pihak Ukraina menuntut agar Rusia segera melakukan gencatan senjata dan menarik pasukannya.
Presiden Rusia, Vladimir Putin sendiri telah bersumpah untuk melanjutkan invasi sampai berhasil.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)