TRIBUNNEWS.COM, UKRAINA - Mariupol, Ukraina, kini jadi kota mati.
Kota yang dulu sangat indah dan tenang itu kini sudah porak-poranda setelah Rusia menginvasi Ukraina termasuk kota Mariupol.
Serangkaian foto dan citra satelit memperlihatkan Mariupol kini luluh tantak.
Sepertinya tak ada tanda-tanda kehidupan lagi di sana.
Gedung tinggi, taman kota, dan semua fasilitas kota yang dulu indah kini tak ada lagi.
Daerah permukiman telah rata dengan tanah, pusat perbelanjaan hancur dan rumah sakit bersalin diserang.
Keceriaan warga Mariupol yang dulu terlihat sebelum perang kini tak ada lagi.
Tak ada lagi aktivitas warga berkumpul di alun-alun kota untuk menyaksikan konser musik atau sekadar jalan-jalan menikmati keindahan kota.
Video Kota Mariupol sebelum perang dengan Rusia:
Video Kota Mariupol saat perang dengan Rusia yang masih berlangsung.
Mariupol, kota berpenduduk sekitar 400.000 jiwa, telah berhari-hari dibombardir pasukan Rusia.
"Penduduknya kini sangat kekurangan makanan dan air," kata Wakil Wali Kota Sergei Orlov.
Ada setidaknya 150.000 warga Mariupol yang masih terjebak di dalam kota.
Mereka mengungsi di bawah terowongan kereta bawah tanah.
"Mereka tidak ada listrik, tidak ada pasokan air, tidak ada pemanas, tidak ada sistem sanitasi," demikian Orlov.
Warga terpaksa mencairkan salju untuk minum dan memotong kayu untuk memasak dan menghangatkan diri dalam suhu di bawah nol, katanya.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menggambarkan serangan itu sebagai kejahatan perang.
Pekan lalu rumah sakit terbesar di kota itu juga hancur diserang bom.
Tidak jauh dari situ, kerusakan terlihat di jalan-jalan dekat universitas, yang juga mengalami kerusakan parah.
Gambar dari perusahaan teknologi satelit Maxar juga mengungkapkan kerusakan pada daerah permukiman di selatan dan timur kota, yang sekarang hampir terputus dari dunia luar.
Gambar lain menunjukkan kerusakan yang terjadi pada pusat perbelanjaan di sebelah barat. Atap dua bangunan telah hancur total.
Mariupol adalah target strategis utama bagi Rusia.
Merebut kota itu akan memungkinkan pemberontak yang didukung Rusia di Ukraina timur untuk bergabung dengan pasukan di Krimea - semenanjung selatan yang dianeksasi oleh Rusia pada tahun 2014.
Perang Kota di Mariupol
Mariupol begitu hancur luluh lantak karena perang pasukan Ukraina dan Rusia terjadi di dalam kota.
Pertempuran jalanan terjadi di kota itu, baik warga sipil maupun tentara Ukraina diserang oleh Rusia, kata pemimpin regional Pavlo Kyrylenko.
"Tidak ada yang tersisa di sana," ujar Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dalam video pidatonya di depan parlemen Italia.
Wakil Wali Kota Mariupol Sergei Orlov mengatakan kepada CNN bahwa kota itu diblokade penuh dan tidak menerima bantuan kemanusiaan.
"Kota ini dibom terus-menerus, dari 50 bom menjadi 100 bom yang dijatuhkan pesawat Rusia setiap hari. Banyak kematian, banyak tangisan, banyak kejahatan perang yang mengerikan," kata Orlov.
Mariupol telah menjadi fokus pada perang yang meletus sejak 24 Februari ketika Presiden Rusia Vladimir Putin mengirim pasukannya menginvasi Ukraina.
Kota Mariupol terletak di Laut Azov dan penaklukkannya memungkinkan Rusia untuk menghubungkan daerah-daerah timur yang dikuasai separatis pro-Rusia dengan semenanjung Crimea yang dianeksasi Moskwa pada 2014.
Sebuah tim Reuters yang mencapai bagian Mariupol yang dikuasai Rusia pada Minggu (20/3/2022) melaporkan kerusakan kota tersebut.
Reuters juga melihat beberapa jenazah yang terbungkus selimut tergeletak di tepi jalan.
Ukraina melaporkan bahwa peluru, bom, dan rudal Rusia telah menghantam teater, sekolah seni, dan bangunan umum lainnya, mengubur ratusan wanita dan anak-anak yang berlindung di ruang bawah tanah.
Wakil Perdana Menteri Ukraina Iryna Vereshchuk pada Selasa menuntut pembukaan koridor kemanusiaan bagi warga sipil.
Dia menuturkan, setidaknya 100.000 orang ingin meninggalkan Kota Mariupol tetapi tidak bisa.
“Militer kami membela Mariupol dengan heroik. Kami tidak menerima ultimatum. Mereka (Rusia) menawarkan penyerahan diri di bawah bendera putih,” ujar Vereshchuk.
Kyiv menuduh Moskwa mendeportasi penduduk Mariupol dan wilayah Ukraina yang dikuasai separatis ke Rusia.
Ini termasuk "pemindahan paksa" 2.389 anak-anak ke Rusia dari wilayah Luhansk dan Donetsk, kata Jaksa Agung Iryna Venediktova.
Di sisi lain, Moskwa membantah memaksa orang pergi, dengan mengatakan pihaknya menerima pengungsi.
Di Kherson, sebuah kota di bawah kendali Rusia, pejabat Ukraina mengatakan bahwa pasukan Rusia mencegah pasokan mencapai warga sipil.
"300.000 warga Kherson menghadapi bencana kemanusiaan karena blokade tentara Rusia," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Ukraina Oleg Nikolenko di Twitter.
Rusia tidak segera mengomentari situasi di Kherson.
Sumber: BBC/Tribunnews.com