TRIBUNNEWS.COM - Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan 134.500 wajib militer baru menjadi tentara Rusia.
Perintah tersebut resmi ditandatangani Putin dalam dekrit yang diumumkan pada Kamis (31/3/2022).
Dalam dekrit disebutkan, wajib militer baru menjadi tentara adalah bagian dari program musim semi tahunan Rusia.
Wajib militer tersebut akan berlangsung pada 1 April hingga 15 Juli 2022.
Dikutip dari Daily Mail, keputusan wajib militer akan menyasar pria Rusia antara usia 18 dan 27 tahun.
Kementerian Pertahanan mengklaim pemanggilan itu tidak ada hubungannya dengan perang di Ukraina.
"Tidak satu pun dari 134.500 panggilan akan dikirim ke 'titik panas' mana pun," kata Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu pada Kamis pagi.
Adapun, isu keterlibatan wajib militer dalam perang sangat sensitif.
Pada 9 Maret 2022 lalu, Kementerian Pertahanan mengakui beberapa pasukan telah dikirim ke Ukraina.
Hal itu setelah Putin membantahnya dalam berbagai kesempatan, dengan mengatakan hanya tentara dan perwira profesional yang dikirim.
Juru Bicara Putin pun mengatakan pada saat itu, presiden telah memerintahkan jaksa militer untuk menyelidiki dan menghukum pejabat yang bertanggung jawab karena tidak mematuhi instruksinya untuk mengecualikan wajib militer.
Pertempuran Sengit Dipreksi Terjadi di Pinggiran Kota Kyiv
Sebelumnya, Kementerian Pertahanan Inggris (MOD) memberikan penilaian intelijen terbaru tentang situasi di Ukraina pada Kamis (31/3/2022) pagi.
Analisis intelijen Inggris menyebut pertempuran sengit akan terjadi di pinggiran Ibukota Ukraina, Kyiv dalam beberapa hari mendatang.
MOD mengatakan, saat ini pasukan Rusia terus mempertahankan posisi di timur dan barat Kyiv meskipun ada penarikan sejumlah unit terbatas.
Untuk itu, MOD menyebut pertempuran sengit kemungkinan akan terjadi dalam beberapa hari mendatang.
MOD juga melaporkan bahwa penembakan dan serangan rudal terus berlanjut di wilayah Chernihiv.
Padahal, pihak berwenang Rusia mengatakan, mereka akan mengurangi kegiatan militer mereka di sana, serta di sekitar Kyiv.
Baca juga: Gagal Endus Aksi Militer Rusia ke Ukraina, Kepala Intelijen Prancis Eric Vidaud Didepak
Baca juga: Roman Abramovich Diracun, Inggris Ungkit Peran Intelijen Rusia yang Racun Alexei pada 2018 Lalu
"Meskipun pernyataan Rusia menunjukkan pengurangan aktivitas militer yang dimaksudkan di sekitar Chernihiv, penembakan dan serangan rudal Rusia yang signifikan terus berlanjut," ujar pernyataan resmi MOD pada hari Kamis.
Kementerian pertahanan Inggris juga mengatakan bahwa pertempuran sengit terus berlanjut di kota pelabuhan Mariupol.
Ia menambahkan, kota itu tetap menjadi tujuan utama pasukan Rusia, namun pasukan Ukraina tetap mengendalikan pusat kota.
Dikutip dari Newsweek, prediksi intelijen Inggris itu tampaknya mendukung klaim yang dibuat Gubernur Oblast Chernihiv, Viacheslav Chaus kepada BBC pada hari Rabu.
Dalam pernyataannya di BBC, Chaus mengatakan Rusia tidak menepati janjinya dan bahwa serangan terus berlanjut.
Baca juga: Bertemu Menlu Rusia di China, Menteri Luar Negeri Indonesia Minta Perang Segera Dihentikan
Baca juga: Pesawat Militer Rusia yang Membawa Hulu Ledak Nuklir Memasuki Wilayah Uni Eropa
"Pasukan Rusia menyerang Nizhyn dan Chernihiv. Sebagian besar Chernihiv. Sekali lagi, sebagian infrastruktur sipil dihancurkan."
"Chernihiv masih belum memiliki listrik, pasokan air, dan pemanas. Tidak akan mudah untuk memulihkan infrastruktur ini. Tak satu pun dari gedung militer menjadi sasaran tadi malam. Mereka terus menyerang hanya infrastruktur sipil," katanya.
Sementara, Wali Kota Chernihiv, Vladyslav Atroshenko juga mengatakan kepada CNN pada Rabu kemarin bahwa serangan Rusia telah meningkat.
"Ini adalah konfirmasi lain bahwa Rusia selalu berbohong," kata Atroshenko.
Situasi di Chernihiv tidak dapat diverifikasi secara independen, meskipun Newsweek telah meminta komentar dari Kementerian Pertahanan Ukraina.
Seperti diketahui, pada Selasa (29/3/2022), para pejabat Rusia mengatakan, pasukan mereka akan mengurangi kegiatan militer di sekitar Kyiv dan Chernihiv.
"Untuk meningkatkan rasa saling percaya dan menciptakan kondisi yang diperlukan untuk negosiasi lebih lanjut dan mencapai tujuan akhir untuk menyetujui dan menandatangani kesepakatan."
"Keputusan dibuat untuk secara radikal, dengan margin besar, mengurangi aktivitas militer di arah Kyiv dan Chernihiv," kata Wakil Menteri Pertahanan Rusia Alexander Fomin.
Presiden Rusia Vladimir Putin dilaporkan mengatakan kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron melalui telepon pada Selasa malam bahwa penembakan di Mariupol hanya akan berhenti ketika pasukan Ukraina menyerah.
Namun, Rusia setuju pada hari Rabu untuk menghentikan pertempuran di kota untuk mengizinkan warga sipil pergi.
Pada hari Kamis, Wakil Perdana Menteri Ukraina Iryna Vereshchuk mengatakan bahwa pemerintah Ukraina mengirim 45 bus ke Mariupol dari Zaporizhzhia untuk mengevakuasi penduduk di kota itu.
(Tribunnews.com/Maliana)