TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Calon Gubernur New York, Harry Wilson, memperingatkan di bawah Presiden Joe Biden, potensi resesi lebih rumit, lebih sulit dipecahkan, dan sama mengerikannya dengan krisis keuangan 2008.
Dia menggemakan peringatan senada Ketua Senior Goldman Sachs, Lloyd Blankfein, yang sebelumnya mendesak perusahaan dan konsumen untuk bersiap menghadapi resesi AS.
Mengutip berita yang dipublikasikan Russia Today, Kamis (19/5/2022), Federal Reserve belum menjinakkan inflasi AS, yang tetap pada tingkat yang tidak terlihat sejak tahun 1980-an.
Untuk menggagalkan tren yang mengkhawatirkan, The Fed mulai menaikkan suku bunga secara bertahap pada Maret 2022.
Baca juga: Dunia Diramal Resesi, IMF Pangkas Proyeksi Ekonomi Global Jadi 3,6 Persen
Baca juga: Selamatkan Negara dari Jurang Resesi, Jerman Lanjutkan Impor Gas dari Rusia
Baca juga: Inflasi AS Tinggi, Bank of Amerika Peringatkan Resesi Sudah di Depan Mata
Awal bulan ini, Gubernur Bank Sentral Jerome Powell menaikkan suku bunga acuan sebesar setengah poin persentase.
Dikutip CNBC, ia berjanji mendukung kenaikan suku bunga sampai harga mulai turun ke arah level sehat. Namun, kenaikan itu malah memicu kekhawatiran resesi.
"Itu tantangan The Fed. Pada titik ini Fed berada di jalur untuk melewatkan kebijakan besar,” kata Michael R Englund, Kepala Ekonom di Action Economics.
Dia percaya krisis tidak akan segera terjadi. Englund berharap metrik inflasi tahun-ke-tahun akan turun nanti pada akhir 2022.
Sebab, berbagai hambatan rantai pasokan diselesaikan melalui peningkatan produksi dalam negeri, perlambatan pertumbuhan permintaan AS, dan kelemahan ekonomi di luar negeri yang berasal dari krisis Ukraina.
Kalangan Bisnis Semakin Pesimistis
Pada saat yang sama, ekonom itu mengakui harga pangan kemungkinan akan tetap tinggi secara global sebagai respons terhadap penurunan pasokan.
Ketua Senior Goldman Sachs Lloyd Blankfein tampaknya lebih pesimis. Dia memperingatkan kalangan bisnis dan konsumen risiko resesi sangat, sangat tinggi.
Pada April, Goldman menempatkan peluang resesi pada 38 persen, sekarang menurut lembaga keuangan itu, peluang ini meningkat.
Lebih buruk lagi, resesi yang membayangi mungkin menjadi bumerang bagi dolar AS, yang saat ini sangat dinilai terlalu tinggi.