Pada Kamis lalu, gubernur bank sentral mengatakan bahwa valuta asing telah diamankan dari pinjaman Bank Dunia dan pengiriman uang untuk membayar pengiriman bahan bakar dan gas memasak, tetapi pasokan masih mengalir.
Inflasi bisa naik lebih jauh ke 40 persen dalam beberapa bulan ke depan tetapi sebagian besar didorong oleh tekanan sisi penawaran dan langkah-langkah oleh bank dan pemerintah sudah mengekang inflasi sisi permintaan, jelas gubernur.
Inflasi mencapai 29,8 persen di bulan April dengan harga makanan naik 46,6 % tahun-ke-tahun.
Krisis ekonomi di Sri Lanka memicu protes yang berujung kerusuhan.
Polisi menembakkan gas air mata dan water canon ke arah massa untuk memukul mundur ratusan pengunjuk rasa mahasiswa di Kolombo pada Kamis lalu.
Demonstran ini menuntut penggulingan presiden serta perdana menteri.
Pandemi Covid-19 memberi pukulan kepada Sri Lanka yang perekonomiannya bergantung pada pariwisata.
Krisis ekonomi juga dipicu kenaikan harga minyak dan pemotongan pajak populis oleh pemerintah Presiden Rajapaksa dan saudaranya, Mahinda, yang mengundurkan diri sebagai perdana menteri pekan lalu.
Wickremesinghe, yang ditunjuk sebagai perdana menteri baru, dituduh sebagai kaki tangan mantan PM dan Presiden itu.
Faktor lain termasuk harga bahan bakar domestik yang disubsidi secara besar-besaran dan keputusan untuk melarang impor pupuk kimia, telah menghancurkan sektor pertanian.
Kelompok Tujuh (G7) mendukung upaya untuk memberikan keringanan utang kepada Sri Lanka, setelah negara Asia Selatan itu gagal bayar utang.
P. Nandalal Weerasinghe, kepala bank sentral, mengatakan rencana restrukturisasi utang hampir selesai dan dia akan segera mengajukan proposal ke kabinet.
Baca juga: Sri Lanka Kehabisan Stok Bensin, PM Ranil Wickremesinghe: Hanya Cukup untuk 1 Hari
Baca juga: Gagal Bayar Utang, Sri Lanka Bakal Jual Saham Maskapai Nasional
"Kami dalam pre-emptive default," katanya.
"Posisi kami sangat jelas, sampai ada restrukturisasi utang, kami tidak bisa membayar."