TRIBUNNEWS.COM - China mengadakan pertemuan darurat dengan lebih dari 100.000 peserta pada hari Rabu (25/5/2022), CNN melaporkan.
Pertemuan tersebut dilakukan ketika para pemimpin puncak mendesak langkah-langkah baru untuk menstabilkan ekonomi yang terpukul oleh pembatasan ketat Covid-19 di negara itu.
Telekonferensi video tak terduga oleh Dewan Negara dihadiri oleh pejabat di tingkat provinsi, kota dan dewan, menurut sebuah laporan di Global Times milik pemerintah.
Pejabat tinggi China juga hadir, termasuk Perdana Menteri Li Keqiang, yang mendesak pihak berwenang untuk mengambil tindakan dalam mempertahankan pekerjaan dan mengurangi pengangguran.
Seperti diketahui, pusat ekonomi terbesar kedua di dunia itu telah menderita di berbagai sektor sejak gelombang Covid-19 menyebar pada bulan Maret.
Baca juga: Presiden Jokowi Berharap Aktivitas Seni dan Budaya Bangkit Seiring Melandainya Pandemi Covid-19
Baca juga: Bicara Dengan Retno Marsudi, Wang Yi: China Dukung Suksesnya KTT G20 Indonesia
Gelombang Covid-19 telah memaksa pemberlakuan penguncian (lockdown) di banyak kota besar, termasuk di pusat keuangan Shanghai, di mana banyak orang yang tidak dapat meninggalkan rumah atau lingkungan mereka selama sebulan lebih.
Li Keqiang mengatakan dalam beberapa aspek, dampak ekonomi yang terlihat pada bulan Maret dan April telah melampaui tahun 2020 selama wabah awal virus Corona, menurut Global Times.
Dia menunjuk beberapa indikator termasuk tingkat pengangguran, produksi industri yang lebih rendah dan transportasi kargo.
Li Keqiang menyoroti penurunan ekonomi dalam beberapa pekan terakhir, menyebut situasinya kompleks dan serius pada awal Mei.
Adapun telekonferensi datang setelah pertemuan eksekutif Dewan Negara pada hari Senin di mana pihak berwenang meluncurkan 33 langkah ekonomi baru.
Di antaranya meningkatkan pengembalian pajak, memberikan pinjaman kepada usaha kecil, dan memberikan pinjaman darurat kepada industri penerbangan yang terpukul, menurut outlet berita milik pemerintah Xinhua.
Beberapa dari 33 kebijakan juga melonggarkan pembatasan Covid-19, seperti mencabut pembatasan truk yang bepergian dari daerah berisiko rendah.
Pada pertemuan hari Rabu, Li Keqiang mendesak departemen pemerintah untuk menerapkan 33 langkah tersebut pada akhir Mei.
Dewan Negara akan mengirim satuan tugas ke 12 provinsi mulai Kamis untuk mengawasi peluncuran kebijakan ini, tambahnya, menurut Xinhua.
Sepanjang pandemi, China telah mematuhi kebijakan ketat nol-Covid yang bertujuan untuk membasmi semua rantai penularan menggunakan kontrol perbatasan, karantina wajib, tes massal, dan lockdown cepat.
Tetapi strategi ini telah diterjang oleh varian Omicron yang sangat menular, yang membuat lonjakan infeksi di seluruh negeri awal tahun ini.
Pada pertengahan Mei, lebih dari 30 kota berada di bawah aturan lockdown penuh atau sebagian, yang kemudian berdampak pada hingga 220 juta orang secara nasional.
Untuk industri mulai dari Big Tech hingga barang konsumsi, aturan itu telah menghancurkan penawaran dan permintaan.
Meski beberapa kota tersebut telah dibuka kembali, namun dampak dari gangguan tersebut masih terasa, dengan tingkat pengangguran melonjak ke level tertinggi sejak awal wabah virus Corona pada awal 2020.
Banyak perusahaan terpaksa menangguhkan operasi, termasuk pembuat mobil Tesla dan Volkswagen.
Airbnb adalah perusahaan multinasional terbaru yang menarik diri, dengan perusahaan berbagi rumah mengumumkan minggu lalu bahwa mereka akan menutup listingnya di China.
Sejumlah bank investasi telah memangkas perkiraan mereka untuk pertumbuhan setahun penuh China dalam beberapa minggu terakhir.
Dana Moneter Internasional pada bulan April memangkas perkiraan pertumbuhannya untuk China menjadi 4,4 persen, turun dari 4,8 persen, mengutip risiko dari kebijakan ketat nol-Covid.
Baca juga: Airbnb Tutup Bisnisnya di China Gara-gara Merugi Akibat Lockdown
Baca juga: Terdampak Lockdown China, Pabrik Kendaraan Toyota Hentikan Aktivitas Produksi Hingga Juni
Ini jauh di bawah perkiraan resmi China sekitar 5,5 persen.
Tidak ada akhir yang jelas untuk krisis, dengan pihak berwenang masih berjuang untuk menahan penyebaran virus dan para pemimpin puncak bersikeras untuk terus maju dengan nol-Covid.
Pada hari Senin, Beijing yang juga mengalami peningkatan kasus selama beberapa minggu terakhir, telah memberlakukan lockdown sebagian di tujuh distriknya, mempengaruhi hampir 14 juta penduduk.
Dua distrik terbesar di kota itu, Chaoyang dan Haidian, yang termasuk di antaranya, terpaksa harus menutup semua bisnis yang tidak penting termasuk pusat perbelanjaan, pusat kebugaran, dan tempat hiburan.
Baca juga artikel lain terkait Virus Corona atau tentang China
(Tribunnews.com/Rica Agustina)