Pada konferensi pers Sabtu malam, Bachelet juga menyoroti program pengentasan kemiskinan Cina dan upayanya mendukung Agenda 2030.
Bachelet juga mencatat pemerintah China dan Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia sepakat membangun komunikasi reguler dan membentuk kelompok kerja memfasilitasi pertukaran dan kerjasama substantif melalui pertemuan di Beijing dan Jenewa.
William Jones, Kepala Biro Washington untuk Tinjauan Intelijen Eksekutif dan peneliti di Institut Chongyang untuk Studi Keuangan di Renmin Universitas China, memprediksi AS akan terus memainkan isu Xinjiang.
AS tidak tertarik pada kebenaran tentang Xinjiang, tetapi hanya menginginkan dukungan untuk kebohongan besarnya tentang Xinjiang.
Kebohongan tentang Xinjiang tidak diragukan lagi akan berlanjut karena tujuan dasarnya adalah untuk melemahkan dan mendiskreditkan Cina.
Sementara Komisioner HAM PBB berada di Cina, tragedi penembakan massal terjadi di sebuah sekolah dasar dan supermarket di AS, menewaskan sedikitnya 29 orang
Peristiwa itu , telah mengungkap rasisme dan pelanggaran hak asasi manusia parah di AS, dan juga mengejutkan dunia.
Menanggapi pertanyaan apakah Kantor Komisaris Tinggi PBB akan melakukan penyelidikan atas pelanggaran hak asasi manusia AS, Bachelet menjawab diplomatis, laporan sudah disampaikan ke Dewan HAM PBB.
Bachelet mengatakan untuk menghentikan rasisme, negara-negara perlu melihat sejarah perbudakan dan membongkar semua diskriminasi sistematis jika mereka benar-benar ingin memastikan hak-hak minoritas.
“Pembunuhan di Texas sangat menyedihkan. Ini menunjukkan masalah belum terpecahkan dan semua orang terus berjuang melawan diskriminasi rasial,” kata Bachelet.
“Orang-orang yang percaya mereka lebih unggul dari yang lain dan yang merasa memiliki hak untuk membunuh orang lain, tetapi sebenarnya tidak,” tandasnya.(Tribunnews.com/GlobalTimes/xna)