TRIBUNNEWS.COM - Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan lebih dari 2.500 tahanan dari pabrik baja Azovstal di Mariupol telah ditahan di wilayah Donetsk dan Luhansk di Ukraina timur.
Zelensky mengatakan bahwa rencana Rusia mengenai perlakuan terhadap para tahanan terus berubah.
Rencana tersebut termasuk niat untuk mengadakan pengadilan publik.
Pejabat di Republik Rakyat Donetsk telah berbicara untuk mengadili beberapa pembela Azovstal di mana mereka diduga telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia di Ukraina.
Ditanya apakah menurutnya para tahanan sedang disiksa, Zelensky mengatakan dia yakin bahwa itu bukan untuk kepentingan pihak Rusia karena mereka adalah "tahanan umum" yang kondisinya dipantau oleh masyarakat dunia.
Baca juga: Ilmuwan Rusia Sebut Vladimir Putin Tak Akan Sungkan Gunakan Nuklir yang Bisa Memicu Perang Dunia III
Baca juga: 60-100 Tentara Ukraina Meninggal Setiap Hari dalam Perang Melawan Rusia
Zelensky mengatakan tahap pertama dari operasi itu yakni mengeluarkan tentara dari Azovstal hidup-hidup, telah tercapai.
"Hari ini ada bagian kedua - untuk membawa mereka pulang hidup-hidup," kata Zelensky, dilansir CNN.
"Kami tahu apa yang bisa disepakati dengan Rusia, kami tahu harga ini. Kami tahu mereka tidak bisa dipercaya," tambahnya.
Beralih ke situasi di Ukraina timur, Zelensky mengatakan situasinya sulit.
Presiden mengunjungi posisi depan pada hari Minggu di Luhansk, Donetsk dan Zaporizhzhia.
60-100 Tentara Ukraina Meninggal Setiap Hari dalam Perang
Jumlah tentara Ukraina terus berkurang selama lebih dari 100 hari perang dengan Rusia.
Pekan ini, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengakui 60-100 serdadu Ukraina tewas dalam pertempuran setiap harinya.
Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, Ukraina memiliki sekitar 250.000 tentara pria dan wanita sebelum perang dan tengah merekrut 100.000 pasukan tambahan.
Sejauh ini, Ukraina enggan mengumumkan berapa banyak korban jiwa tentaranya akibat perang.
Ukraina dan Rusia kerap merilis klaim jumlah korban tewas di pihak lawan.
Namun, klaim dari kedua pihak tersebut diyakini dibesar-besarkan untuk alasan kehumasan.
Klaim-klaim itu tidak bisa diverifikasi secara independen.
Seiring pertempuran di Donbass, gencarnya gempuran Rusia membuat pihak Ukraina diyakini menderita kerugian semakin besar.
Baca juga: Inggris Kirim Senjata Peluncur Roket M270 ke Ukraina untuk Bantu Hadapi Rusia
Baca juga: Senjata AS Ini yang Bikin Putin Kalap, Sistem Roket Himars Bisa Sebabkan Pasukan Rusia Kocar-kacir
Kehilangan pasukan Ukraina terlihat dari semakin banyaknya kuburan baru.
Di Zhytomyr, sekitar 140 kilometer barat ibu kota Kiev, sebuah kuburan telah menampung 40 jasad tentara selama 100 hari perang.
Salah satu tentara yang belakangan dimakamkan di situ adalah Kolonel Oleksandr Makachek.
Kolonel Makhachek terbunuh di Oblast (daerah setingkat provinsi) Luhansk, tempat pasukan Rusia dan separatis tengah memfokuskan gempuran ke kota Sievierodonetsk dan Lysychansk. Ia terbunuh pada 30 Mei 2022.
Segera setelah merampungkan penguburan Makhachek, petugas kuburan menyiapkan pemakaman lain, menunjukkan cepatnya tentara Ukraina berguguran di front Donbass.
Di dekat kuburan Makhachek, nisan lain milik Viacheslav Dvornitskyi menunjukkan tanggal kematian 27 Mei 2022.
Nisan-nisan lain menunjukkan para serdadu yang terbunuh dalam jangka waktu berdekatan, 5, 7, 9, 10 Mei.
Kesibukan dan pemandangan serupa juga terdapat di kuburan-kuburan lain di Zhytomyr dan kota-kota serta desa-desa lain.
Di antara tentara yang menghadiri pemakaman Makhachek pada Jumat (3/6/2022) lalu adalah Jenderal Viktor Muzhenko, kepala staf umum Angkatan Bersenjata Ukraina hingga 2019.
Jenderal Muzhenko memperingatkan bahwa jatuhnya korban jiwa di pihak Ukraina bisa bertambah buruk.
“Ini adalah salah satu momen kritis dalam perang, tetapi ini bukan puncaknya,” kata Muzhenko kepada Associated Press.
“Ini adalah konflik paling signifikan di Eropa sejak Perang Dunia Kedua. Itu menjelaskan mengapa jatuhnya korban sangat besar. Untuk meredam jatuhnya korban, sekarang Ukraina perlu senjata kuat yang bisa menandingi atau bahkan melampaui persenjataan Rusia,” lanjutnya.
Konsentrasi serangan artileri Rusia di front Donbass diyakini menjadi sebab banyaknya korban jiwa di pihak Ukraina.
Letjen Ben Hodges, purnawirawan mantan komandan pasukan Amerika Serikat (AS) di Eropa, mendeskripsikan strategi Rusia sebagai “pendekatan atrisi Abad Pertengahan.”
Atrisi yang dimaksud Hodges adalah pengikisan kekuatan lawan secara terus-menerus.
Menurutnya, AS, Inggris Raya, dan negara-negara Barat lain mesti segera mengirimkan persenjataan berat untuk menghancurkan baterai-baterai artileri Rusia.
“Pertempuran ini jauh lebih mematikan dibanding apa yang kita lihat selama lebih dari 20 tahun di Irak dan Afghanistan, di situ kita tidak menyaksikan jumlah (korban) seperti ini,” kata Letjen Hodges.
(Tribunnews.com/Yurika)