TRIBUNNEWS.COM - Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengatakan bahwa Rusia tidak bisa menjamin hukuman terhadap prajurit Amerika Serikat di Ukraina.
Hal itu ia ungkapkan dalam sebuah wawancara dengan televisi NBC yang disiarkan pada Senin (20/6/2022).
"Saya tidak bisa menjamin apa-apa. Itu tergantung pada penyelidikan," jawab Peskov, terkait apakah prajurit Amerika yang ditangkap di Ukraina tidak akan menghadapi hukuman mati.
Dilansir TASS, jubir Kremlin ini ditanya demikian menyusul hukuman yang dijatuhkan kepada dua warga Inggris, Aiden Aslin dan Shaun Pinner, serta warga Maroko Brahim Saadoun, yang berperang di sisi Ukraina.
Ketiganya telah dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan di Republik Rakyat Donetsk.
Baca juga: Dituduh Sebagai Tentara Bayaran untuk Ukraina, Tiga Pria Ini Dijatuhi Hukuman Mati
Baca juga: TV Pemerintah Rusia Tayangkan Video Dua Orang Amerika yang Hilang di Ukraina
The Daily Telegraph pekan lalu melaporkan bahwa dua mantan tentara AS, Alexander Drueke dan Andy Huynh, ditangkap di dekat Kharkov.
Departemen Luar Negeri AS pada 16 Juni lalu mengatakan siap bernegosiasi dengan Rusia mengenai dua tawanan asal Amerika itu.
Keduanya diketahui terlibat dalam perang di Ukraina.
Menyusul hal ini, pemerintah AS mengimbau warganya untuk tidak pergi ke Ukraina.
Menurut laporan Independent, veteran AS Alexander Drueke dan Andy Huynh dilaporkan hilang oleh keluarganya sejak pekan lalu.
Dalam sebuah video yang ditayangkan televisi pemerintah Rusia, keduanya terlihat di dalam tahanan.
Drueke dan Huynh terpisah dari kontingen pasukan Ukraina di dekat Kharkiv dan berakhir di sebuah desa, di mana mereka ditemukan oleh patroli Rusia dan menyerah, menurut media Rusia, RT.
Drueke, yang bertugas di Angkatan Darat AS, dan Huynh, yang bertugas di Marinir, sekarang berada dalam tahanan separatis yang didukung Rusia di wilayah Donbas di Ukraina timur.
"Bu, saya hanya ingin memberi tahu Anda bahwa saya masih hidup dan saya berharap dapat kembali ke rumah secepat mungkin," kata Drueke dalam salah satu video.
Departemen Luar Negeri AS sedang menyelidiki kasus kedua pria itu, meskipun belum secara terbuka mengkonfirmasi penangkapan mereka.
Lois Drueke, ibu Alexander Drueke, mengaku memiliki harapan setelah melihat video putranya.
Ukraina Alami Kesulitan di Timur
Pihak Ukraina mengaku kesulitan dalam pertempuran melawan pasukan Rusia di wilayah timur.
Hingga kini, pasukan Rusia telah merebut wilayah di sepanjang sungai garis depan dan meningkatkan serangan di dua kota utama di Ukraina timur.
Eskalasi serangan ini terjadi menjelang pertemuan puncak Uni Eropa dengan agenda menjawab permintaan Kyiv untuk bergabung dalam blok itu.
Gubernur Luhansk, tempat serangan Rusia terberat dalam beberapa pekan terakhir, mengatakan situasinya "sangat sulit" di seluruh garis depan, pada Senin (20/6/2022).
Ia menyebut, tentara Rusia telah mengumpulkan cadangan yang cukup untuk memulai serangan skala besar.
Sebelumnya, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky memperkirakan Moskow akan meningkatkan serangan menjelang KTT Uni Eropa pada Kamis dan Jumat mendatang.
Dalam pidato malamnya pada Senin, dia membahas pertempuran sulit di Luhansk tepatnya di kota Sievierodonetsk dan kota kembarnya Lysychansk.
"Kami membela Lysychansk, Sievierodonetsk, seluruh area ini, yang paling sulit. Kami memiliki pertempuran paling sulit di sana. Tapi kami memiliki pria dan wanita kuat di sana," katanya.
Baca juga: Jurnalis Rusia Peraih Nobel Perdamaian Jual Medali untuk Bantu Anak-anak Ukraina
Baca juga: Ukraina Serang Pengeboran Minyak di Lepas Pantai Krimea, Jadi yang Pertama Sejak Invasi Rusia
"Para penjajah menerima tanggapan atas tindakan mereka terhadap kami," ujar Zelensky, dikutip dari CNA.
Bicara di televisi nasional, Gubernur Luhansk Serhiy Gaidai mengatakan pasukan Rusia menguasai sebagian besar Sievierodonetsk.
Terpisah dari itu, pabrik kimia Azot, tempat ratusan warga sipil berlindung dari serangan masih dalam kontrol Ukraina.
Lalu jalan penghubung Sievierodonetsk dan Lysychansk ke kota Bakhmut berada di bawah penembakan konstan.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)