News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Sri Lanka Bangkrut

Beban Utang Sri Lanka Capai 21,6 Triliun Rupee, PM Ranil Wickremesinghe Salahkan Tradisi Masa Lalu

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Perdana Menteri baru Sri Lanka Ranil Wickremesinghe menyalahkan tradisi masa lalu penyebab utang negara itu menggunung.

TRIBUNNEWS.COM, COLOMBO - Total beban utang Sri Lanka meningkat menjadi 21,6 triliun rupee Sri Lanka pada Maret 2022.

Pernyataan ini disampaikan Perdana Menteri (PM) Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe kepada Parlemen, Selasa kemarin waktu setempat.

"Ekonomi kita saat ini sedang menyusut, kami mencoba untuk membalikkannya. Menurut statistik Bank Sentral, tingkat pertumbuhan ekonomi kita saat ini berada diantara negatif empat dan negatif lima. Menurut statistik IMF (International Monetary Fund), itu antara negatif enam dan negatif tujuh, ini adalah situasi yang serius. Jika kita melakukan perjalanan yang gigih di sepanjang peta jalan ini, kita dapat mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi negatif pada akhir 2023," kata Wickremesinghe.

Baca juga: Perdana Menteri Wickremesinghe Akui Sri Lanka Bangkrut, Kini Negosiasi dengan IMF Sulit

Ia kemudian menjelaskan bahwa pada 2025 tujuan pemerintah adalah menciptakan surplus anggaran.

"Upaya kami adalah untuk menaikkan tingkat pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang stabil. Harapan kami adalah untuk membangun basis ekonomi yang stabil pada 2026," tegas Wickremesinghe.

Dikutip dari laman Dailynews.lk, Rabu (6/7/2022), saat menjelaskan mengenai utang yang harus dibayar negara sejauh ini, ia mencatat antara Juni hingga Desember 2022, Sri Lanka harus membayar 3,4 miliar dolar Amerika Serikat (AS).

"Kemudian 5,8 miliar dolar AS pada 2023, 4,9 miliar dolar AS pada 2024, 6,2 miliar dolar AS pada 2025, 4,0 miliar dolar AS pada 2026 dan 4,3 miliar dolar AS pada 2027," papar Wickremesinghe.

Ia pun menekankan bahwa total beban utang pemerintah pada akhir 2021 adalah sebesar 17,5 triliun rupee Sri Lanka dan pada Maret 2022 meningkat menjadi 21,6 triliun rupee Sri Lanka.

"Ini adalah situasi yang sebenarnya. Selain itu, kita menghadapi efek dari banyak masalah yang memburuk dalam dua atau tiga tahun terakhir. Ini bukan masalah yang bisa diselesaikan dalam dua hari saja, kita menderita akibat dari ide-ide tradisional tertentu yang telah dianut di negara kita selama bertahun-tahun. Karena itu, seperti yang saya sebutkan sebelumnya, kita juga harus menghadapi kesulitan di tahun 2023. Ini adalah kebenarannya. Ini adalah kenyataannya," tutur Wickremesinghe.

Beberapa orang, kata dia, mungkin mencoba menutupi kenyataan ini dengan menunjukkan citra palsu kepada orang-orang.

"Tetapi kenyataan ini akan dikonfirmasi pada waktunya," kata Wickremesinghe.

Wickremesinghe mengatakan bahwa karena inflasi saat ini, depresiasi rupee Sri Lanka telah mengurangi nilai uang dalam Dana Penyediaan Karyawan dan Dana Perwalian Karyawan sebesar 50 persen dan nilai riil pensiun juga telah menurun sebesar 50 persen.

"Pikirkan tentang bagaimana situasi ini mempengaruhi warga kita. Kemiskinan menyebar diantara mereka semua, nilai uang yang mereka terima telah berkurang 50 persen, daya beli mereka menurun sekitar 50 persen. Menyajikan ide-ide positif itu mudah, namun sulit untuk menemukan jawaban atas masalah ini," tegas Wickremesinghe.

Ia mencatat bahwa satu-satunya solusi adalah menstabilkan rupee Sri Lanka sesegera mungkin, memperkuatnya tanpa membiarkannya jatuh.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini