Juru Bicara Parleman (DPR) Sri Lanka, Mahinda Yapa Abeywardena menyampaikan rincian terkait proses konstitusional untuk mengangkat Presiden baru.
Oleh karena itu, DPR negara itu melakukan sidang pada Sabtu kemarin.
Dikutip dari laman Dailynews, Minggu (17/7/2022), Divisi Media DPR Sri Lanka mengeluarkan rilis tentang tata cara pemilihan Presiden setelah masa libur jabatan Presiden (dalam hal Pemilihan Presiden Ketentuan Khusus Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981).
Dengan demikian, dinyatakan bahwa 'Jika jabatan Presiden kosong menurut ayat (1) Pasal 38 Konstitusi, sebagaimana ditentukan oleh Pasal 40 Konstitusi, Parlemen akan memilih salah satu anggotanya yang memenuhi syarat untuk dipilih menempati jabatan Presiden, untuk memegang jabatan dalam jangka waktu yang belum berakhir dari masa jabatan Presiden yang mengosongkan jabatannya'.
Pemilu ini diselenggarakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang (UU) Pemilihan Presiden (Ketentuan Khusus) Nomor 2 Tahun 1981.
Proses pemilihan Presiden baru akan dipimpin oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR dan Ketua DPR juga memiliki hak suara dalam pemilihan ini.
Selain itu, untuk proses ini DPR pun akan melakukan pertemuan selama 3 hari.
Pernyataan itu menekankan bahwa pemilihan akan diadakan sesegera mungkin, tidak lebih dari satu bulan sejak tanggal jabatan itu kosong.
Saat Parlemen bertemu pada Sabtu kemarin, Sekjen telah menyampaikan kepada Parlemen bahwa telah terjadi kekosongan jabatan Presiden.
Ia harus menetapkan tanggal dan waktu di mana pencalonan akan diterima olehnya, tidak lebih awal dari 48 jam dan tidak lebih dari 7 hari sejak tanggal pertemuan tersebut.
Jika hanya satu calon yang diusulkan dan diperbantukan untuk jabatan Presiden, ia akan diumumkan oleh Sekjen namun jika lebih dari satu anggota diusulkan dan diperbantukan, DPR akan menetapkan tanggal dan waktu pemilihan.
Tanggal tersebut tidak boleh lebih dari 48 jam sejak penerimaan nominasi.