TRIBUNNEWS.COM, MOSKWA - Mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev mengatakan bahwa Perdana Menteri (PM) Baru Inggris, Liz Truss akan melanjutkan 'tradisi' yang dimulai oleh pendahulunya, Boris Johnson yang menyelesaikan masa jabatannya 'dalam aib'.
Liz Truss yang merupakan mantan Menteri Luar Negeri di pemerintahan Konservatif Johnson, secara resmi menjadi PM Baru Ingris pada Selasa waktu setempat.
Dikutip dari laman Russia Today, Kamis (8/9/2022), melalui Telegram pada Rabu kemarin, Dmitry Medvedev yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia, mengomentari suksesi pemerintahan di Inggris.
"Keluarlah orang aneh, dan masuklah wanita aneh," kata Dmitry Medvedev.
Medvedev menggambarkan Liz Truss sebagai 'orang Rusia termonuklir' yang tidak kompeten dan 'biasa-biasa saja'.
"Ia tidak memiliki ide dasar tentang politik, sejarah, geografi, tetapi ingin mengalahkan Rusia dalam segala hal," tegas Medvedev.
Selain itu, Medvedev juga menambahkan bahwa Perdana Menteri wanita ketiga dalam sejarah Inggris itu mencoba untuk meniru PM yang pertama, yakni Margaret Thatcher.
"Tanpa memiliki 5 persen dari kemampuannya (Thatcher), ia berharap dapat mengatasi krisis energi dan kenaikan inflasi pangan, padahal ini adala' "hasil dari latihan sanksi gilanya sendiri'," papar Medvedev.
Perlu diketahui, dalam pernyataan pertamanya di Downing Street, Truss mengklaim bahwa krisis energi disebabkan oleh 'perang Putin'.
"Ia akan mengajak ribut semua orang, gagal dalam segala hal, dan pergi membawa aibnya seperti pendahulunya, 'Boriska yang lusuh'. Tampaknya di Inggris yang terkenal dengan tradisinya, kini muncul tradisi baru," jelas Medvedev.
Baca juga: Liz Truss Janji Bawa Negaranya Lewati Badai Ekonomi: Kita Bisa Jadi Inggris Modern yang Brilian
Sebelumnya pada Rabu kemarin, Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengklaim bahwa pemilihan Liz Truss sebagai PM Inggris menandakan 'krisis demokrasi' dan bahwa kemenangan pemilihan kepemimpinan Partai Konservatif (Tory-nya) tidak ada hubungannya dengan kehendak rakyat.
"Karena sistem pemilihan tidak langsung mendominasi duo Anglo-Saxon," kata Zakharova.
Truss mendapatkan popularitas di Rusia selama kunjungannya ke Moskwa pada Februari lalu, beberapa hari sebelum peluncuran operasi militer di Ukraina.
Saat itu ia masih menjadi Menteri Luar Negeri Inggris dan mengatakan kepada rekannya, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov, bahwa Inggris tidak akan pernah mengakui kedaulatan Rusia atas wilayah Voronezh dan Rostov.
Lavrov menggambarkan pertemuan dengan Truss seperti berbicara 'dengan seorang tunarungu'.
Sumber: https://www.rt.com/russia/562385-russia-uk-medvedev-truss/