TRIBUNNEWS.COM - Kerajaan Arab Saudi (KSA) --di tengah pro-kontra-- merayakan Halloween kedua kalinya setelah perayaan Halloween pada 2021 lalu.
Perayaan itu memicu protes. Sebagian membandingkannya dengan perayaan Maulid Nabi yang justru dilarang.
Arab Saudi, negara berpenduduk 35,3 juta, di bawah Pangeran Mohammed Bin Salman terus melakukan reformasi, termasuk memberi izin bagi wanita menginap di hotel, menyetir mobil, dan menjadi tentara.
BACA: Profil Pangeran Mohammed Bin Salman
Perayaan Halloween di Arab Saudi mendapat sorotan bersamaan dengan tragedi pesta Halloween di Itaewon, Korea Selatan, yang menelan 154 korban tewas, sebagian besar anak-anak muda.
Halloween di Arab Saudi dan Hallowen di Korea Selatan tidak ada hubungannya.
Perayaan Halloween biasanya dilaksanakan pada tanggal 31 Oktober, yaitu malam Hari Raya Semua Orang Kudus di Kekristenan Barat, tulis Wikipedia.
Orang-orang merayakan Halloween dengan mengenakan kostum horor.
Arab Saudi adalah rumah bagi dua kota suci, Mekkah dan Madinah, serta Kakbah di Mekkah sebagai kiblat (arah salat) umat Islam. Tentu menjadi pertanyaan mengapa pesta agama non-Islam bisa mendapat tempat di negara seperti Arab Saudi.
Perayaan Halloween di Arab Saudi ini bertema "Scary Weekend" di Riyadh pada 27-28 Oktober 2022.
Riyadh adalah ibu kota Arab Saudi, rumah bagi 4,5 juta penduduk yang terletak di Semenanjung Arabia. Seperti Jeddah, Riyadh adalah kota internasional, terbuka bagi warga non-Muslim.
Sebelumnya, Arab Saudi melarang segala bentuk perayaan, termasuk Maulid Nabi Muhammad dan festival Halloween karena disebut bid'ah.
Bid'ah, menurut Kementerian Agama RI, adalah "melakukan atau melaksanakan sesuatu yang belum pernah dilakukan pada zaman Nabi SAW."
Alasan Arab Saudi merayakan Halloween kali ini karena ingin memajukan industri desain kreatif, seperti diberitakan Arab News.