Tetapi gencatan senjata antara kedua pihak berakhir bulan lalu, yang menyebabkan ketegangan baru yang meningkat antara Iran dan Arab Saudi.
Sementara itu, Komandan Tertinggi Pengawal Revolusi Iran, Hossein Salami, pada Oktober lalu mengeluarkan peringatan kepada para pemimpin Saudi agar tidak bergantung dengan Israel.
Pada tahun 2020 lalu, Riyadh menyetujui pakta normalisasi hubungan dua sekutu Teluk dengan Israel yang ditengahi AS.
Langkah ini telah menciptakan poros anti-Iran baru di kawasan itu.
Arab Saudi menyalahkan Iran atas serangan rudal dan pesawat tak berawak tahun 2019 di kilang minyaknya.
Namun, tuduhan ini telah dibantah Teheran.
Muslim Sunni dan Syiah terkemuka telah terkunci dalam persaingan selama beberapa dekade, mendukung sekutu yang memerangi perang proksi di seluruh wilayah.
Kekhawatiran terbaru datang menyusul ketegangan antara Riyadh dan Washington setelah aliansi OPEC+ yang dipimpin Saudi bulan lalu memutuskan untuk memangkas target produksi minyak.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan lonjakan harga bensin di Amerika Serikat.
Baca juga: Biden Disebut Marahi Zelensky karena Minta Lebih Banyak Bantuan Senjata dari AS
Presiden Joe Biden mengatakan keputusan tersebut akan mendatangkan konsekuensi bagi hubungan AS dengan Riyadh.
Beberapa senator mendesak Gedung Putih membekukan semua kerja sama dengan Riyadh, termasuk penjualan senjata.
Diketahui, Arab Saudi sangat bergantung pada Amerika Serikat untuk keamanannya.
Sementara itu, AS menuduh Iran memasok drone untuk Rusia yang digunakan dalam perangnya melawan Ukraina.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)