Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Hasil survey terbaru yang dilakukan oleh Teikoku Databank menunjukkan Jepang mencatat peningkatan pertama terkait jumlah kebangkrutan perusahaan dalam tiga tahun pada 2022.
Laporan tersebut mengindikasikan bahwa total 6.376 perusahaan menyatakan bangkrut di negara itu pada tahun lalu, angka ini 6 persen lebih tinggi dari 2021.
Dikutip dari laman Russia Today, Senin (23/1/2023), total utang perusahaan yang bangkrut tersebut melonjak hampir 104 persen menjadi 2,37 triliun yen atau lebih dari 18 miliar dolar Amerika Serikat (AS).
Namun hampir setengahnya berasal dari pemasok suku cadang mobil Marelli Holdings yang mengajukan perlindungan kebangkrutan pada Juni 2022.
Baca juga: Kantor Cabang di Singapura Tutup, Elon Musk Jual Mikrofon Hingga Mesin Kopi, Twitter akan Bangkrut?
"Satu-satunya industri yang tidak mencatat peningkatan jumlah kebangkrutan di antara perusahaan adalah perdagangan," kata laporan itu.
Sementara itu, sektor jasa yang meliputi perhotelan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), sekolah bahasa dan lainnya menjadi salah satu yang terdampak paling parah.
Data menunjukkan 1.600 perusahaan jasa mengajukan pailit pada tahun lalu, angkanya naik 12,4 persen dari 2021.
Wilayah dengan peningkatan jumlah kebangkrutan terbesar adalah Tohoku, naik 50 persen dari tahun sebelumnya.
Menurut laporan terpisah yang diterbitkan Teikoku Databank pada Jumat lalu, jumlah kebangkrutan akibat kenaikan harga pada 2022 meningkat 2,3 kali lipat dibandingkan 2021.
Inflasi di Jepang mencapai level tertinggi 40 tahun pada Desember 2022 karena melonjaknya biaya energi.
Data dari Kementerian Dalam Negeri Jepang menunjukkan bahwa pertumbuhan harga di Tokyo pada bulan lalu melebihi perkiraan dan mencapai 4 persen untuk kali pertama sejak 1982.