Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, COLOMBO - Dana Moneter Internasional (IMF) akhirnya menyetujui pemberian dana bantuan 3 miliar dolar AS untuk Sri Lanka, yang dapat membuka jalan bagi negara tersebut untuk merestrukturisasi utang dan memperbaiki ekonominya pada 2024.
Sri Lanka telah bergulat dengan krisis keuangan terburuk dalam beberapa dasawarsa, dan keputusan IMF akan memungkinkan pencairan pinjaman sebesar 333 juta dolar AS selama empat tahun.
Negara yang berada di Asia Selatan itu telah “terpukul keras oleh krisis ekonomi dan kemanusiaan yang dahsyat,” kata direktur departemen Asia dan Pasifik untuk IMF, Krishna Srinivasan.
Baca juga: Presiden Sri Lanka Ranil Wickremesinghe: China Telah Sepakat untuk Merestrukturisasi Utang
“Hal ini dapat ditelusuri kembali ke tiga faktor: Salah satunya adalah kerentanan yang sudah ada sebelumnya, kesalahan langkah kebijakan, dan guncangan,” sambung Srinivasan, seperti yang dikutip dari CNBC.
Akibat faktor-faktor tersebut, kata Srinivasan, ekonomi Sri Lanka mengalami kontraksi yang cukup tajam, dengan perkiraan kontraksi "sekitar 8 persen pada tahun 2022, kontraksi 3% tahun ini sebelum ekonomi meningkat tahun depan.”
Akibatnya, tingkat utang Sri Lanka membengkak dan inflasi tetap tinggi, tambahnya.
Sri Lanka telah menghadapi kekurangan pasokan makanan, obat-obatan, bahan bakar dan listrik yang parah sejak tahun lalu. Hal ini menyebabkan penduduk negara itu melakukan aksi protes yang memaksa presiden Sri Lanka pada saat itu, Gotabaya Rajapaksa, meninggalkan negaranya dan akhirnya mengundurkan diri.
Kemudian pada Juli tahun lalu, anggota parlemen negara itu memilih Ranil Wickremesinghe, yang telah menjabat sebanyak enam kali sebagai perdana menteri, menjadi presiden baru di Sri Lanka.
Menanggapi bailout IMF terbaru, Wickremesinghe berterima kasih kepada IMF melalui sebuah tweet dan mengatakan negaranya berkomitmen untuk “agenda reformasi", serta menambahkan bahwa program IMF “penting untuk mencapai visi ini.”
Tujuan utama dari pinjaman IMF adalah untuk mengatasi “stabilisasi ekonomi makro” dan memulihkan kesinambungan utang dalam jangka pendek, kata Srinivasan.
“Namun lebih dari itu, program ini juga bertujuan untuk memitigasi dampak krisis terhadap masyarakat miskin dan rentan," ujarnya.
Selain itu, pinjaman IMF juga bertujuan untuk menjaga stabilitas nasional dan memperkuat pemerintahan, serta meningkatkan potensi pertumbuhan negara dalam jangka panjang, tambah Srinivasan.
Kepala pasar negara berkembang global di Oxford Economics, Gabriel Sterne, mengatakan persetujuan pinjaman IMF penting untuk Sri Lanka, yang gagal membayar utangnya pada tahun lalu.