Studi mencatat bahwa subvarian tersebut berpotensi menyebar ke seluruh dunia dalam waktu dekat.
Hasil tes dari universitas juga menunjukkan bahwa subvarian itu 'sangat resisten' terhadap berbagai antibodi Covid-19.
"Ini salah satu yang harus diperhatikan, subvarian ini telah beredar selama beberapa bulan," kata Pimpinan Teknis WHO untuk Covid-19, Dr Maria van Kerkhove dalam konferensi pers pada 29 Maret lalu.
Dr van Kerkhove menambahkan bahwa WHO belum melihat perubahan tingkat keparahan di antara individu atau populasi, namun mencatat bahwa 'kita harus tetap waspada'.
Di mana saja tempat ditemukannya subvarian ini?
Subvarian Arcturus telah terdeteksi pada lebih dari 20 negara, termasuk Singapura, India, Nepal, Amerika Serikat (AS), Australia dan Inggris.
Sebagian besar kasus dilaporkan terjadi di Nepal dan India yang mengalami lonjakan jumlah infeksi dalam beberapa pekan terakhir.
Baca juga: Subvarian Omicron XBB.1.16 Atau Arcturus Terdeteksi di Indonesia, Kemenkes: Ada Dua Kasus
Di Singapura, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) negara itu mengatakan gelombang infeksi Covid-19 saat ini didorong oleh campuran subvarian XBB, termasuk XBB.1.5, XBB.1.9 dan XBB.1.16.
Namun saat ini tidak ada bukti peningkatan keparahan dalam kasus tersebut.
Pada minggu terakhir bulan Maret, 28.410 kasus Covid-19 tercatat di Singapura, angkanya hampir dua kali lipat dari angka minggu sebelumnya sebesar 14.467.
Lalu apa saja gejala yang ditimbulkan dan apakah penggunaan vaksin efektif terhadap subvarian ini?
Menurut New Delhi Television, mereka yang terinfeksi varian Arcturus dapat mengalami gejala seperti sakit tenggorokan, pilek, demam, kelelahan, batuk, sakit kepala, nyeri otot hingga perut terasa tidak nyaman.
Banyak pasien juga melaporkan mata yang gatal dan konjungtivitis, gejala yang tidak terlihat pada gelombang Covid-19 sebelumnya.
WHO mengatakan laporan sejauh ini tidak menunjukkan peningkatan kasus rawat inap, masuk ICU atau kematian akibat XBB.1.16.