Namun, upaya tersebut tidak berhasil lantaran otoritas Myanmar tidak dapat menjamin keselamatan WNI.
Selain itu, Dicky juga mengungkapkan bahwa Myanmar masih dalam situasi rawan lantaran minimnya kontrol Pemerintah Myanmar serta adanya kekerasan.
"Beberapa kasus dianggap berhasil ketika korban dapat keluar dari wilayah konflik tersebut dan menyebrang ke wilayah Thailand untuk proses selanjutnya, khususnya pemulangan. Mobilitas di wilayah Myanmar terlalu beresiko mengingat jarak dan kerawanan keselamatan akibat minimnya kontrol pemerintah pusat Myanmar dan masih maraknya kekerasan bersenjata."
"Upaya permohonan fasilitas kepada otortias Myanmar, termasuk izin memasuki wilayah lokasi bekerja WNI tidak pernah berhasil karena otoritas Myanmar tidak dapat menjamin keselamatan," jelas Dicky.
Kendati demikian, Dicky menegaskan pihaknya tetap berupaya untuk memulangkan WNI yang menjadi korban TPPO tersebut.
"Pemerintah RI tetap mengupayakan cara-cara koordinatif dan kreatif untuk menangani masalah tersebut. Perkembangan selanjutnya akan disampaikan segera," tegasnya.
Diduga WNI Ilegal
Sementara itu masih mengutip laman DPR, Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengatakan puluhan WNI itu ilegal.
"Mereka merupakan korban penempatan ilegal dan terkategori PMI terkendala (PMI bermasalah) karena tidak berproses secara resmi dan tidak terdata di SISKOP2MI," kata Benny Rhamdani kepada wartawan, Jumat (28/4/2023).
Benny mengatakan WNI itu merupakan korban scamming online yang menjanjikan peluang kerja.
Dia pun membenarkan video viral yang menunjukkan penyekapan terhadap 30 WNI tersebut.
"Terkait penyekapan puluhan korban TPPO di Myanmar, mereka sebenarnya adalah korban scamming online. Modus baru yakni penipuan secara online dengan modus informasi peluang kerja dan ternyata informasi tersebut tidak benar," ujarnya.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto, Yohanes Liestyo Poerwoto)