TRIBUNNEWS.COM, MOSKWA - Serangan pesawat tak berawak atau drone Ukraina ke tempat kerja Presiden Rusia Vladimir Putin di Gedung Kremlin telah mengguncang status quo dalam konflik yang sedang berlangsung antara dua negara itu.
Pernyataan ini disampaikan sekelompok ahli setelah insiden tersebut.
Menurut mereka, serangan itu juga dapat menyebabkan eskalasi berbahaya yang mungkin melibatkan penggunaan senjata nuklir.
Para ahli memperingatkan bahwa Rusia pasti akan membalas serangan yang diduga dilakukan Ukraina itu.
Penulis Jerman dan Koresponden Perang yang saat ini tinggal di St. Petersburg, Thomas Roeper mengatakan dirinya 'cukup terkejut' mendengar serangan yang menargetkan Putin.
Karena hal itu jelas melanggar 'kesepakatan tidak resmi untuk tidak mengebom, tidak menyerang tempat-tempat di mana politisi terkemuka berada'.
"Tidak ada keraguan bahwa Rusia kemungkinan akan membalas. Akan ada eskalasi lebih lanjut, bahkan sampai ancaman penggunaan (senjata) nuklir, yang menurut saya masih mungkin terjadi," kata Kepala Kelompok Oposisi Jerman untuk Kedaulatan dan Konstitusi Jerman, Ralph Niemeyer.
Dikutip dari laman Russia Today, Kamis (4/5/2023), Profesor Hukum Internasional Turki dan Pakar Terorisme, Mesut Hakki Casin menyatakan bahwa eskalasi mungkin menjadi tujuan orang-orang yang merencanakan serangan itu.
"Kekuatan di balik serangan tersebut mungkin berusaha untuk menempatkan konflik yang sedang berlangsung antara Rusia dan Ukraina 'di pusat peperangan Eropa' dan bahkan berpotensi memprovokasi Rusia untuk meluncurkan serangan nuklir taktis. Ini adalah permainan yang sangat tidak dapat diterima dan sangat, sangat kotor," kata Casin.
Casin juga memperingatkan bahwa Ukraina mungkin tidak sendirian dalam merencanakan dan mengatur aksi ini.
"Ini adalah serangan internasional yang terorganisir," tegas Casin.
"Negara Barat pendukung Ukraina tidak akan dapat mengabaikan insiden itu," jelas Niemeyer.
Tokoh oposisi Jerman itu menilai bahwa Amerika Serikat (AS) dan sekutunya akan mencoba meremehkan insiden tersebut dan 'mengatakan itu bukan rezim Ukraina, itu bukan dari rakyat (Presiden Ukraina Volodymyr) Zelenskyy'.
"Seperti yang mereka lakukan dengan sabotase pipa Nord Stream," papar Niemeyer.