Dari para korban yang diwawancarai, 150 orang menganut Shamanisme, 91 orang menganut agama Kristen, satu orang Cheondoisme, dan satu orang lainnya.
Usia para korban berkisar dari hanya dua tahun hingga lebih dari 80 tahun.
Wanita dan anak perempuan mencakup lebih dari 70 persen dari korban yang didokumentasikan.
Laporan itu menemukan, pemerintah Korea Utara menuduh individu terlibat dalam praktik keagamaan, melakukan kegiatan keagamaan di China, memiliki barang-barang keagamaan, melakukan kontak dengan orang beragama, dan berbagi keyakinan agama.
Akibatnya, orang-orang ditangkap, ditahan, kerja paksa dan disiksa.
Baca juga: Korea Utara Mengutuk Kesepakatan KTT Amerika Serikat-Korea Selatan
Banyak juga yang ditolak pengadilan yang adil dan menjadi sasaran kekerasan seksual dan eksekusi publik.
Seorang pembelot memberi tahu Masa Depan Korea bahwa pihak berwenang memukuli penganut Kristen dan Shamanic dalam tahanan, memberi mereka makanan yang terkontaminasi, dan mengeksekusi mereka secara sewenang-wenang.
Saksi lain mengatakan, pada tahun 2002, pejabat menolak memberikan makanan kepada seorang pria Kristen, menyebabkan dia meninggal dalam waktu tiga hari.
Seorang tahanan yang dibebaskan pada tahun 2020 mengatakan kepada Radio Free Asia (RFA), pihak berwenang memperlakukan orang Kristen dengan perlakuan paling keras.
Ia mengatakan, pihak berwenang pernah memaksa mereka berdiri selama 40 hari berturut-turut, menyebabkan narapidana kehilangan kemampuan untuk duduk.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Korea Utara