TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Korban tewas akibat gempa Maroko saat ini dilaporkan bertambah menjadi 2.122 orang.
Dilaporkan pula 2.421 orang luka-luka akibat gempa dahsyat berkekuatan magnitudo 6,8.
Dilansir dari al arabiya news, korban selamat dari gempa Maroko kini harus berjuang untuk mendapatkan makanan, air, dan tempat berlindung, Minggu (10/9/2023).
Pencarian orang hilang terus berlanjut di desa-desa terpencil dan jumlah korban kemungkinan terus bertambah.
Banyak korban selamat memilih tidur di tempat terbuka, pasca-gempa yang terjadi pada Jumat (8/9/2023) malam.
Tim penyalamat pun menghadapi tantangan untuk menjangkau desa-desa yang terkena dampak paling parah di High Atlas, sebuah pegunungan terjal di mana banyak permukiman terpencil dalam kondisi banyak rumah hancur.
Baca juga: Selamat dari Gempa Maroko, Bupati Sukabumi Rencananya Pulang ke Indonesia Hari Ini
Diketahui, gempa tersebut juga merusak sebagian kota tua Marrakesh, yang merupakan situs Warisan Dunia UNESCO.
Gali Reruntuhan Pakai Tangan Kosong
Di Moulay Brahim, sebuah desa 40 km (25 mil) selatan Marrakesh, warga menggambarkan bagaimana mereka menggali jenazah dari reruntuhan menggunakan tangan kosong.
Di lereng bukit yang menghadap ke desa, warga menguburkan seorang perempuan berusia 45 tahun yang meninggal bersama putranya yang berusia 18 tahun.
Terlihat seorang perempuan menangis tersedu-sedu saat jenazah diturunkan ke dalam liang lahad.
Baca juga: Gempa Kembali Guncang Maroko, Getaran Terasa di Kota Marrakesh
Saat ia mengambil barang-barang dari rumahnya yang rusak, Hussein Adnaie mengatakan dirinya yakin masih ada orang-orang yang terkubur di reruntuhan di dekatnya.
“Mereka tidak mendapatkan penyelamatan yang mereka butuhkan sehingga mereka meninggal. Saya menyelamatkan anak-anak saya dan saya mencoba mencarikan selimut untuk mereka dan pakaian apa pun yang bisa mereka pakai dari rumah,” katanya.
Yassin Noumghar (36), korban selamat mengeluhkan kekurangan air, makanan, dan listrik.
Ia mengaku sejauh ini dirinya hanya menerima sedikit bantuan dari pemerintah.
“Kami kehilangan segalanya, kami kehilangan seluruh rumah,” katanya.
“Kami hanya ingin pemerintah membantu kami.”
Terlihat di lokasi karung-karung makanan diturunkan dari sebuah truk.
Menurut pejabat setempat, Mouhamad al-Hayyan, bantuan tersebut diorganisir pemerintah dan organisasi masyarakat sipil.
Selain itu, menurut seorang staf, dua puluh lima jenazah telah dibawa ke klinik kecil di desa tersebut.
Dengan banyaknya rumah yang dibuat dari batu bata lumpur dan kayu atau semen, struktur bangunan mudah runtuh.
Ini adalah gempa paling mematikan di Maroko sejak tahun 1960, di mana saat itu diperkirakan sedikitnya 12.000 orang tewas.
Di desa Amizmiz yang terkena dampak paling parah, warga menyaksikan tim penyelamat menggunakan alat penggali mekanis berupaya mencari orang hilang di sebuah rumah runtuh.
“Mereka mencari seorang pria dan putranya. Salah satu dari mereka mungkin masih hidup,” kata Hassan Halouch, seorang pensiunan tukang bangunan.
Namun, setelah dilakukan pencarian, tim hanya menemukan jenazah.
Saat ini tim militer setempat pun dimobilisasi untuk membantu upaya penyelamatan dan mendirikan tenda untuk para korban.
Karena sebagian besar toko rusak atau tutup, warga kesulitan mendapatkan makanan dan perbekalan.
“Kami masih menunggu tenda. Kami belum mendapatkan apa-apa,” kata Mohammed Nejjar, seorang buruh, yang sedang melipat selimutnya di tempat penampungan sementara yang terbuat dari potongan kayu.
“Saya mendapat sedikit makanan yang ditawarkan seseorang, itu saja sejak gempa bumi. Kita tidak dapat melihat satu toko pun buka di sini dan orang-orang takut untuk masuk ke dalam, khawatir atapnya runtuh.”
Pemerintah mengatakan pada hari Sabtu mereka mengambil langkah-langkah mendesak untuk mengatasi bencana tersebut termasuk memperkuat tim pencarian dan penyelamatan, menyediakan air minum, dan mendistribusikan makanan, tenda, serta selimut. (alarabiyanews)