TRIBUNNEWS.COM, MAROKO - Nesreen Abu ElFadel langsung teringat dengan nasib murid-muridnya saat merasakan guncangan gempa terbesar yang pernah terjadi di Maroko pada Jumat (8/9/2023) lalu.
Seketika setelah gempa reda, dia beranjak ke sebuah sekolah terpencil tempatnya mengajar.
Kecemasannya terbukti.
"Saya membayangkan memegang lembar absen kelas dan mencoret nama siswa satu demi satu, hingga saya mencoret 32 nama kini semuanya sudah meninggal dunia."
Nesreen Abu ElFadel, seorang guru bahasa Arab dan Prancis di Marrakesh, menceritakan hari ketika gempa berkekuatan 6,8 melanda Maroko.
Nesreen dan ibunya sedang bermalam di jalan demi keamanan karena guncangan gempa bumi begitu dahsyat.
Saat itu, dia mendengar berita bahwa gempa tersebut juga berdampak terhadap desa-desa di pegunungan.
Baca juga: Korban Gempa Capai Ribuan, GFI Kirim Bantuan dan Tim Kemanusiaan ke Maroko
Dia langsung teringat tempatnya mengajar yaitu Sekolah Adaseel serta murid-muridnya atau yang dia sebut "anak-anak saya".
Dengan langkah cepat, dia bergegas menuju Desa Adaseel di Pegunungan Atlas Tinggi.
"Saya pergi ke desa dan mulai bertanya tentang anak-anak saya: di mana Somaya? Di mana Youssef? Di mana gadis ini? Di mana anak laki-laki itu? Jawabannya muncul beberapa jam kemudian: 'Mereka semua meninggal.'"
Gempa Dahsyat
Pada 8 September 2023, Maroko dilanda gempa bumi terkuat yang pernah tercatat di negara tersebut.
Gempa itu terbukti sebagai gempa paling mematikan dalam enam dekade dengan sekitar 3.000 orang meninggal dunia dan ribuan lainnya hilang.