TRIBUNNEWS.COM - Etnis Armenia dari Nagorno-Karabakh menuduh Azerbaijan melanggar gencatan senjata ketika pembicaraan damai antara kedua pihak baru saja dimulai, Kamis (21/9/2023).
"Suara tembakan terdengar dari kubu separatis Stepanakert," kata kantor berita negara Armenia, Armenpress, mengutip Kementerian Dalam Negeri wilayah tersebut.
Seorang jurnalis Agence France Press mengonfirmasi beberapa ledakan terdengar di kota tersebut.
Pihak berwenang Karabakh menuduh pasukan Azerbaijan melanggar gencatan senjata dan menyarankan warga untuk tetap tinggal di dalam rumah, dikutip dari Al Jazeera.
Namun, Kementerian Pertahanan Azerbaijan membantah laporan tersebut.
Azerbaijan mengatakan laporan tersebut "sepenuhnya salah", dikutip dari Reuters.
Baca juga: Demo di Armenia Tuntut PM Pashinyan Mundur, Kecewa Nagorno-Karabakh Jatuh ke Azerbaijan
Delegasi dari pihak yang bertikai memulai pembicaraan di kota Yevlakh di Azeri.
Kantor berita negara Rusia RIA Novosti menampilkan gambar para delegasi duduk mengelilingi meja.
Berdasarkan perjanjian gencatan senjata, seperti yang digariskan oleh Azerbaijan, pasukan Armenia harus dibubarkan dan dilucuti senjatanya, dan wilayah berpenduduk 120.000 orang akan diintegrasikan sepenuhnya ke dalam Azerbaijan.
Nagorno-Karabakh diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan, namun 120.000 etnis Armenia yang tinggal di sana mendominasi wilayah tersebut.
Baku dan Yerevan telah bersaing untuk menguasai wilayah tersebut selama beberapa dekade dan telah berperang dua kali.
Menurut kantor hak asasi manusia Nagorno-Karabakh, setidaknya 200 warga etnis Armenia tewas, termasuk 10 warga sipil.
Al Jazeera tidak dapat memverifikasi secara independen jumlah korban tewas.
"Karabakh adalah Azerbaijan," kata Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev dengan penuh kemenangan dalam pidatonya di televisi pada hari Rabu (20/9/2023).
Baca juga: Azerbaijan Klaim Kemenangan setelah Separatis Armenia yang Kuasai Karabakh Menyerah