Adapun Rusia, di tengah sanksi dan embargo, tetap mendapat kucuran penjualan karena China dan India, menjadi dua negara yang dengan senang hati membeli minyak 'berdiskon' dari Moskow.
Pengurangan diskon harga minyak Rusia ini diprediksi juga akan mempengaruhi nilai inflasi dunia.
Bidik Rp 1.841 Triliun
Pada bulan Juli, Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani amandemen undang-undang dalam kode pajak untuk sektor energi untuk mengurangi diskon minyak mentah Ural ke Brent dari $25 per barel menjadi $20 mulai bulan September.
Menurut RBK, perubahan yang direncanakan dalam diskon ini akan memungkinkan anggaran Rusia mengumpulkan tambahan 860,9 miliar rubel ($8,9 miliar) pada tahun depan, $9,7 miliar lagi pada tahun 2025, dan tambahan $8,9 miliar pada tahun 2026.
Akibatnya, pemasukan dari minyak dan gas akan meningkat.
Pendapatan Rusia diproyeksikan sebesar $92 miliar pada tahun 2023, diperkirakan akan melonjak menjadi $119 miliar atau setara Rp 1.841 triliun pada tahun 2026.
Pemerintah Rusia juga dilaporkan sedang mengembangkan indikator harga Rusia sendiri, yang akan dihitung berdasarkan perdagangan di St. Petersburg International Mercantile Exchange (SPIMEX).
"Ini dijadwalkan beroperasi mulai awal tahun 2024 dan juga akan digunakan untuk menghitung pajak minyak," menurut RBK.
(oln/rbk/RT/*)