TRIBUNNEWS.COM - Menurut Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNPF), terdapat sekitar 50.000 wanita hamil di Jalur Gaza saat ini.
Sebagian besar dari mereka mengalami kesulitan karena sistem layanan kesehatan Gaza berada di ambang kehancuran akibat blokade Israel.
Pekan lalu, UNPF menyerukan perawatan kesehatan dan perlindungan mendesak bagi wanita hamil.
Seorang wanita bernama Niveen al-Barbari (33) ketakutan akan keselamatan bayi dalam kandungannya.
Setiap kali Israel melancarkan serangan udara di dekatnya, punggung dan perutnya bergejolak karena ketakutan dan rasa sakit.
Sebelumnya, al-Barbari mengunjungi dokter secara teratur.
Baca juga: Siapa Brigade Al-Qassam, Unit Militer Hamas yang Bertempur Melawan Israel?
Tetapi bombardir Israel mengharuskannya untuk mengungsi dan ia pun kehilangan kontak dengan dokternya.
“Setiap hari, saya bertanya-tanya bagaimana saya akan melahirkan dan di mana," ujarnya kepada Al Jazeera.
"Bom-bom tidak berhenti, tidak ada manusia, pohon atau batu yang dapat menghindar."
"Kami tidak tahu rumah siapa yang akan hancur atau siapa yang akan mati."
"Saya hanya berharap saya dan anak saya selamat.”
Al-Barbari akan melahirkan anak pertamanya bulan ini, satu dari ribuan wanita di Jalur Gaza yang mendekati HPL (hari perkiraan lahir) bayi mereka.
Kelelahan karena Kerap Berpindah-pindah
Bagi Suad Asraf, yang sedang mengandung anak ketiganya selama enam bulan, perpindahannya dari kamp pengungsi Shati di Kota Gaza ke sekolah PBB di kota selatan Khan Younis telah berdampak buruk pada dirinya.
Ia menderita kelelahan yang luar biasa.