TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan Palestina melaporkan bahwa militer Israel memaksa seluruh pasien di Rumah Sakit Anak Al-Rantisi, Jalur Gaza segera dievakuasi, Selasa (7/11/2023).
Dikutip dari Al Jazeera, Israel mengancam akan mengebom rumah sakit kanker untuk anak-anak tersebut.
Evakuasi segera pun tidak dimungkinkan mengingat terdapat sekitar 70 anak yang dirawat dan 1.000 pengungsi yang berlindung di Rumah Sakit Anak Al-Rantisi.
Jurnalis Al Jazeera di Gaza, Hani Mahmoud melaporkan, Israel meluncurkan “perang besar” terhadap rumah sakit dan fasilitas kesehatan.
Israel dilaporkan turut mengebom wilayah selatan Gaza yang mereka klaim akan menjadi “zona aman” evakuasi.
Jalur Gaza yang kini dihuni sekitar 2,3 juta jiwa telah berada di bawah blokade Israel sejak 2007.
“Sejam lalu, rumah sakit khusus anak-anak dengan kanker, Al-Rantisi, diperintahkan melakukan evakuasi segera, yang mana sangat sulit saat ini dengan 1.000 orang di sana,” kata Mahmoud.
"Pergi sekarang juga’, begitu pesan mereka (Israel). Meskipun teror dan trauma akibat serangan udara terus berlanjut, Israel terus menyerang Gaza di mana pun,” lanjutnya.
Di lain sisi, banyak rumah sakit terpaksa berhenti beroperasi karena kekurangan obat-obatan atau bahan bakar.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebut sebagian dokter di fasilitas kesehatan yang tersisa terpaksa melakukan operasi, termasuk amputasi, tanpa obat bius.
“Ini adalah orang-orang yang menjaga sistem kesehatan tetap berjalan, dengan dedikasi, mereka menemukan cara untuk mempertahankan layanan tetap berlangsung pada tingkat tertentu,” kata perwakilan WHO, Christian Lindmeier.
WHO pun menyerukan agar pembatasan bantuan medis segera dicabut dan menyebut lebih dari 16 tenaga kesehatan tewas ketika merawat pasien.
Sejak menggempur Gaza pada 7 Oktober 2023 lalu, militer Israel telah membunuh sekitar 10.328 jiwa, termasuk 4.237 anak-anak.
Sementara di Israel, serangan kelompok perlawanan Palestina, Hamas, pada 7 Oktober, dilaporkan menewaskan lebih dari 1.400 orang.
Gaza jadi kuburan anak-anak
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres kembali menyerukan gencatan senjata segera di Jalur Gaza seiring serangan Israel yang telah membunuh lebih dari 10.000 jiwa.
Diplomat asal Portugal itu menyebut komunitas internasional serta para pihak yang bertempur bertanggung jawab menghentikan "malapetaka" di Gaza.
Guterres menyoroti banyaknya korban anak-anak dalam serangan Israel ke Gaza, wilayah Palestina di mana sekitar 2,3 juta orang terjebak akibat blokade Israel yang sudah berlangsung selama 16 tahun terakhir.
Dia pun menyebut Gaza menjadi "kuburan anak-anak."
Pada Senin (6/11/2023), Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza melaporkan lebih dari 4.100 anak terbunuh sejak Israel meluncurkan serangan pada 7 Oktober 2023.
Serangan tersebut menyusul serangan kelompok perlawanan Palestina, Hamas, ke wilayah Israel yang disebut menewaskan lebih dari 1.400 orang.
"Ratusan anak perempuan dan laki-laki dilaporkan terbunuh atau terluka setiap hari. Lebih banyak jurnalis dilaporkan terbunuh dalam periode empat pekan dibanding dalam konflik mana pun dalam tiga dekade terkini," kata Guterres di markas PBB di New York, Senin, dikutip Al Jazeera.
"Lebih banyak pekerja kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa terbunuh dibanding periode-periode setara kapan pun sepanjang sejarah organisasi kami. Malapetaka yang sedang terjadi membuat gencatan senjata kemanusiaan semakin mendesak tiap jamnya," lanjutnya.
Guterres telah berulang kali menyerukan gencatan senjata di Gaza seiring pengeboman masif dan pengepungan yang dilakukan Israel.
Dia pun menuduh Israel menargetkan rumah sakit, kamp pengungsian, fasilitas PBB, dan tempat ibadah.
Selain itu, Guterres menuding Hamas menggunakan warga sipil sebagai "tameng." Sekjen PBB itu pun menyerukan pembebasan orang-orang yang ditawan Hamas di Gaza.
"Para pihak dalam konflik ini, dan, tentu saja, komunitas internasional menghadapi tanggung jawab fundamental dan segera: hentikan penderitaan kolektif yang tak manusiawi ini dan tingkatkan bantuan kemanusiaan secara drastis ke Gaza," katanya.
Akan tetapi, pada saat Guterres menyerukan gencatan senjata, Dewan Keamanan PBB kembali gagal mengambil tindakan usai para anggotanya tidak mencapai kesepakatan dalam pembuatan resolusi mengenai perang Israel-Hamas.
Amerika Serikat (AS) menolak penggunaan istilah "gencatan senjata" dan menginginkan resolusi yang berisi "jeda kemanusiaan."
Dewan Keamanan PBB telah beberapa kali gagal mencapai kesepakatan soal resolusi untuk menghentikan perang di Gaza.
Artikel ini sudah pernah tayang di Kompas.TV