Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, JERUSALEM – Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu meminta pemerintahnya untuk menerima kesepakatan dengan militan Hamas Palestina untuk membebaskan beberapa sandera di Gaza dengan imbalan gencatan senjata beberapa hari.
Sebelum berkumpul dengan pemerintahan penuhnya pada Selasa (21/11/2023), Netanyahu melakukan pertemuan dengan kabinet perang dan kabinet keamanan nasional yang lebih luas mengenai kesepakatan tersebut.
Baca juga: Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh Klaim Hampir Capai Kesepakatan Gencatan Senjata dengan Israel
Netanyahu mengatakan intervensi Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden telah membantu meningkatkan kesepakatan sehingga mencakup lebih banyak sandera dengan konsesi yang lebih sedikit.
Meski begitu, ia menegaskan misi Israel yang lebih luas tidak akan pernah berubah.
“Kami sedang berperang dan kami akan melanjutkan perang sampai kami mencapai semua tujuan kami,” ujar Netanyahu dalam sebuah pernyataan, Selasa (21/11/2023).
“Untuk menghancurkan Hamas, kembalikan semua sandera kami dan pastikan tidak ada seorang pun di Gaza yang dapat mengancam Israel,” sambungnya.
Jika disetujui, perjanjian tersebut akan menjadi gencatan senjata pertama dalam perang, di mana pemboman Israel telah meratakan sebagian besar wilayah Gaza yang dikuasai Hamas, menewaskan 13.300 warga sipil di daerah kantong kecil berpenduduk padat dan menyebabkan sekitar dua pertiga dari 2,3 juta penduduknya kehilangan tempat tinggal.
Hingga saat ini, Hamas hanya membebaskan empat tawanan, yang terdiri dari warga AS Judith Raanan dan putrinya, Natalie Raanan pada 20 Oktober 2023, dengan alasan kemanusiaan. Selain itu perempuan Israel Nurit Cooper dan Yocheved Lifshitz juga telah dibebaskan.