Tentara Israel Bantai Warganya Sendiri dengan Helikopter Apache karena Terapkan Protokol Hannibal?
TRIBUNNEWS.COM- Banyak warga Israel yang tewas dibantai militer Israel sendiri pada tanggal 7 Oktober 2023 lalu.
Militer Israel atau IDF menembaki warga Israel sendiri dengan pesawat Apache pada 7 Oktober.
Karena menurut Kolonel Nof Erez, Israel menerapkan Protokol Hannibal yang dilakukan secara massal.
Prosedur Hannibal atau Protokol Hannibal adalah prosedur kontroversial yang digunakan oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF) untuk mencegah penangkapan tentara atau sipil Israel oleh pasukan musuh.
Dalam satu versi, dinyatakan bahwa penculikan harus dihentikan dengan segala cara, sekalipun dengan serangan yang dapat menewaskan warga atau tentara Israel sendiri.
Kolonel Nof Erez mengatakan militer Israel kemungkinan besar membunuh banyak warga sipilnya sendiri dalam beberapa kesempatan pada tanggal 7 Oktober.
Itu dilakukan untuk mencegah mereka dibawa ke Gaza sebagai tawanan Hamas.
Kolonel Angkatan Udara Israel (cadangan) Nof Erez menggambarkan tindakan Israel pada tanggal 7 Oktober sebagai peristiwa “Hannibal massal”.
Ini mengacu pada arahan kontroversial yang memerintahkan komandan Israel untuk membunuh tentara atau warga Israel sendiri untuk mencegah mereka ditawan.
Dalam sebuah wawancara dengan Haaretz pada tanggal 15 November, Kolonel Erez membahas tanggapan armada helikopter serang Apache Israel ketika pejuang Hamas menyusup ke pangkalan militer dan pemukiman dalam upaya untuk membawa tentara dan warga sipil kembali ke Gaza.
Dia menggambarkan bagaimana pilot melepaskan tembakan ke beberapa tempat di sepanjang pagar perbatasan untuk mencegah Hamas mengambil kembali para tawanan, sehingga menewaskan pejuang Hamas dan warga Israel.
Akibatnya, Protokol Hannibal mungkin diterapkan karena setelah mereka mendeteksi adanya situasi penyanderaan.
Investigasi Haaretz terhadap arahan tersebut menyimpulkan bahwa “dari sudut pandang tentara, seorang prajurit yang mati lebih baik daripada seorang prajurit tawanan yang menderita dan memaksa negara untuk melepaskan ribuan tawanan untuk mendapatkan pembebasannya.” seperti dikutip dari The Cradle.