TRIBUNNEWS.COM, - Israel dan Hamas telah menjalani gencatan senjata selama empat hari sejak Jumat (24/11/2023), dan diperpanjang selama dua hari hingga Rabu (28/11/2023).
Saat jeda perang tersebut, terjadi pertukaran sandera oleh kedua belah pihak.
Data terakhir dalam laporan Al Jazeera, dalam kurun waktu tiga hari pertama gencatan senjata, total 175 orang telah dibebaskan.
Angka itu terdiri atas sedikitnya 58 orang yang sebelumnya disandera Hamas dan sedikitnya 117 warga Palestina yang dibebaskan dari penjara-penjara Israel.
Baca juga: Kelompok Muslim Thailand Lakukan Dialog dengan Hamas untuk Jamin Pembebasan Sandera
Setelah dibebaskannya para sandera dan tahanan tersebut, terungkap fakta-fakta perlakuan yang dialami mereka.
Seperti dialami Vetoon Phoome yang warga negara Thailand menjadi sandera Hamas.
Ia dibebaskan Hamas akhir pekan kemarin, di mana saudara perempuan Phoome menjelaskan kondisi adiknya terlihat sehat pasca keluar dari markas Hamas di Gaza.
“Wajahnya sangat bahagia, dan dia tampak baik-baik saja. Dia mengatakan bahwa dia tidak disiksa atau diserang dan hanya diberi makanan enak,” jelas Roongarun Wichanguen, saudara peremuan dari Phoome
“Dia dirawat dengan sangat baik. Sepertinya dia hanya tinggal di rumah, bukan di terowongan,” tambah Wichanguen dikutip dari New York Post.
Tak hanya itu, dalam cuplikan video yang dirilis militan Hamas terlihat dengan jelas kondisi fisik para tawanan yang sehat tanpa ada luka. Bahkan mereka tampak bersih dengan baju yang pantas.
Dalam video lainnya, seorang tentara Hamas tampak mengantar wanita yang menggunakan tongkat.
Keduanya bertukar salam perpisahan. "Selamat tinggal Maya," ucap salah satu tentara Hamas. Sang wanita yang diketahui bernama Maya, dengan tersenyum menjawab "Selamat tinggal, syukron (terima kasih),"
“Mereka bersahabat dengan kami dan merawat seorang pria yang terluka parah dalam kecelakaan sepeda. Ada seorang perawat yang merawatnya dan memberinya obat-obatan dan antibiotik,” ujar salah satu sandera dalam video.
“Mereka ramah dan menjaga kebersihan tempat dan kami makan bersama. Ketika kami tiba, mereka mengatakan bahwa mereka adalah Muslim yang percaya pada Alquran dan tidak akan menyakiti kami. Mereka sangat murah hati dan ini harus dikatakan,” tambahnya.
Alami Siksaan
Hal tersebut justru berbanding terbalik dengan kondisi tawanan Palestina yang disandera Israel.
Tawanan asal Palestina mengungkap pihaknya diperlakukan kurang baik selama ditahan di penjara Israel.
Marah Bakeer, satu dari 39 tahanan asal Palestina yang dibebaskan dari penjara Israel, wanita 24 tahun ini dipenjara ketika berusia 16 tahun saat masih bersekolah, setelah dituduh berusaha menusuk petugas Israel pada Oktober 2015 ketika sedang dalam perjalanan ke sekolah.
Meski pulang dalam keadaan selamat, namun Bakeer mengatakan bahwa selama ditahan pemerintah Israel banyak tahanan yang mengalami siksaan dan tak pernah mendapatkan perawatan medis selama bertahun – tahun.
“Semua tahanan mengalami pengabaian medis tingkat tinggi saat ditahan,” kata Bakeer sebagaimana dikutip dari Al Jazeera.
Adapula Maysoon Al-Jabali, tahanan tertua yang dibebaskan juga turut berbicara tentang perlakukan Israel yang tidak manusiawi, ia mengaku dipukul dan harus menahan lapar,
"Para gadis tahanan dibiarkan menangis, karena mereka mengalami banyak pelanggaran di penjara, dan tingkat keparahan praktik ini meningkat setelah tanggal 7 Oktober lalu," kata Jaabis.
Gencatan Senjata Diperpanjang
Gencatan senjata dalam pertempuran antara Israel dan Hamas diperpanjang dua hari. Artinya gencatan senjata tersebut berlaku mulai hari ini, Selasa (28/11/2023) hingga Rabu (29/11/2023) besok.
"Negara Qatar mengumumkan, sebagai bagian dari mediasi yang sedang berlangsung, kesepakatan telah dicapai untuk memperpanjang gencatan senjata kemanusiaan selama dua hari tambahan di Jalur Gaza," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar Majed al-Ansari pada X, sebelumnya Twitter, pada hari Senin, (27/11/2023).
Amerika Serikat menyambut baik kesepakatan pada Senin untuk memperpanjang gencatan senjata antara Israel dan Hamas selama dua hari, dengan mengatakan bahwa mereka berharap jeda kemanusiaan akan berlanjut lebih lama lagi.
"Tentu saja kami menyambut baik pengumuman tersebut. "Kami tentu saja berharap jeda ini diperpanjang, dan itu akan bergantung pada kelanjutan pembebasan sandera oleh Hamas," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby kepada wartawan, dikutip dari Al Arabiya.
Baca juga: Bentrokan Terjadi saat Proses Pembebasan Tahanan Palestina, Israel Serang Warga, 21 Luka-luka
Hamas telah berkomitmen untuk membebaskan 20 perempuan dan anak-anak yang disandera di Jalur Gaza selama dua hari ke depan, tambahnya.
Namun Kirby tidak terlalu berharap bahwa gencatan senjata tersebut bisa menjadi gencatan senjata yang lebih permanen di Gaza.
"Saya tidak akan berbicara atas nama Pasukan Pertahanan Israel, namun ketika jeda ini berakhir, mereka telah memperjelas bahwa mereka akan terus menargetkan kepemimpinan Hamas," kata Kirby, dikutip dari Al Jazeera.
Meski begitu, Biden yakin bahwa pendekatannya mendapatkan hasil baik dalam hal pembebasan sandera dan memberikan bantuan kepada warga sipil yang mengalami kondisi mengerikan di Gaza, kata Kirby.
Presiden AS telah terlibat secara pribadi dalam mewujudkan kesepakatan gencatan senjata, menyelesaikan hambatan selama akhir pekan, dan memperpanjang jeda, tambahnya.
Dikutip dari Al Jazeera, Qatar, Amerika Serikat dan Mesir telah terlibat dalam negosiasi intensif untuk membangun dan memperpanjang gencatan senjata di Gaza.
Sebelumnya telah disepakati gencatan senjata sementara, setelah hampir 7 minggu pertempuran Israel-Hamas pada 7 Oktober 2023.