TRIBUNNEWS.COM - Pada tanggal 7 Oktober 2023, kelompok Hamas Palestina meluncurkan operasi Badai Al-Aqsa ke Israel.
Operasi tersebut merupakan balasan atas kejahatan yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina dan penyerangan berulang kali ke Masjid Al-Aqsa, IRNA melaporkan.
Di tanggal itu, Hamas menyandera sekitar 200 orang Israel.
Tak lama setelahnya, pemerintah Qatar menghubungi Gedung Putih dengan satu permintaan, yakni membentuk tim penasihat kecil untuk membantu membebaskan para tawanan.
Upaya panjang tersebut akhirnya membuahkan hasil setelah beberapa minggu.
Gencatan senjata yang dimediasi oleh Qatar dan Mesir, disetujui oleh Israel, Hamas, dan Amerika Serikat.
Baca juga: Update Gencatan Senjata Israel-Hamas Hari Keempat: 11 Sandera Ditukar 33 Tahanan Palestina
Mengutip Al Jazeera, begini perjalanan panjang gencatan senjata antara Israel dan Hamas, yang menghasilkan kesepakatan pertukaran tahanan dan masuknya lebih banyak bantuan ke Gaza.
7 Oktober 2023
Pada tanggal 7 Oktober, Hamas menembakkan rentetan roket besar-besaran ke Israel selatan, sirene terdengar hingga Tel Aviv dan Beersheba.
Media Israel kemudian melaporkan orang-orang bersenjata menangkap para tawanan di Ofakim.
Kelompok Jihad Islam Palestina mengatakan mereka menahan tentara Israel, dan akun media sosial Hamas menunjukkan rekaman yang menunjukkan tawanan dibawa ke Gaza.
Israel bereaksi dengan menyatakan perang kepada Hamas dan memulai pemboman besar-besaran di Jalur Gaza.
Tanggapan diplomatis terhadap serangan 7 Oktober
Qatar, sekutu dekat AS, mendekati Gedung Putih tak lama setelah tanggal 7 Oktober.
Qatar membawa informasi sensitif mengenai para tawanan dan upaya pembebasan mereka, kata para pejabat kepada Reuters.
Qatar meminta agar sebuah tim kecil, atau “sel”, dibentuk untuk menangani masalah ini secara pribadi dengan Israel.
Baca juga: PM Netanyahu Ajak Elon Musk Tour ke Wilayah Israel Bekas Serangan Hamas