News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Hadiri COP28 di Dubai, Ketua BKSAP DPR Fadli Zon Suarakan Aspirasi Negara Berkembang Soal Lingkungan

Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon, menegaskan bahwa Global Stoctake (GTS) haruslah memperhatikan konteks nasional dan kemudahan akses untuk pengaturan anggaran, khususnya bagi negara berkembang.

Hal itu disampaikannya pada Pertemuan Parlemen Dunia dalam rangka COP28 (Konferensi PBB soal Perubahan Iklim) di Dubai, Uni Emirat Arab.

COP atau Conference of Parties merupakan pertemuan rutin tahunan negara-negara yang merupakan pihak dalam Perjanjian Paris. Baru kali ini Parlemen diikutsertakan dalam pertemuan yang lebih terintegrasi di Green Zone.

Sebagai Ketua Delegasi DPR RI, Fadli Zon juga menyampaikan bahwa COP28 juga harus mencerminkan kebutuhan pendanaan iklim yang belum terpenuhi di negara-negara berkembang.

Tentunya dengan menggarisbawahi bahwa upaya dekarbonisasi akan mencapai kemajuan yang signifikan dengan sarana implementasi yang memadai, dan negara-negara berkembang tak boleh dipaksa memilih antara pengentasan kemiskinan atau tindakan iklim.

Oleh sebab itu menurutnya, inklusifitas menjadi isu sangat penting yang harus diperhatikan.

Politisi Gerindra tersebut juga mengkritik negara-negara maju, yang seharusnya segera merealisasikan komitmen pendanaan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim global sebesar $100 miliar USD (yang dijanjikan tahun 2020) pada 2025.

Ia juga menyampaikan bahwa seharusnya negara-negara maju dapat memimpin komitmen pengurangan emisi, terutama melalui dukungan pendanaan, transfer teknologi, dan peningkatan kapasitas.

Fadli Zon juga menekankan bahwa dalam konteks situasi global hari ini, upaya mitigasi perubahan iklim menghadapi hambatan yang makin sulit, khususnya dengan terjadinya perang dan konflik di berbagai belahan dunia, seperti sedang terjadi di Gaza, Palestina.

"Perang di Gaza, selain memakan korban rakyat tak berdosa, juga telah menciptakan kerusakan lingkungan. Dengan demikian menghambat, baik secara langsung maupun tidak, upaya-upaya mitigasi perubahan iklim. Perang tersebut, tak saja merupakan kejahatan kemanusiaan, tetapi juga kejahatan lingkungan hidup," tutur Ketua BKSAP DPR RI tersebut.

Pada pertemuan COP28, Anggota Komisi I itu juga melaporkan langkah strategis Indonesia mengurangi emisi dan memitigasi dampak perubahan iklim, dengan berbagai cara.

Indonesia berkomitmen menghasilkan energi baru dan terbarukan untuk mencapai ketahanan energi nasional. Energi terbarukan menyumbang 23 persen bauran energi nasional pada tahun 2025 dan 31% bauran energi nasional pada 2050.

Langkah lain adalah moratorium izin pembukaan lahan untuk melindungi 66 juta hektar hutan dan lahan gambut; rehabilitasi hutan bakau seluas 600.000 hektar diharapkan selesai pada akhir tahun 2024; serta menurunkan tingkat deforestasi hingga titik terendah pada tahun 2020, yaitu sebesar 115 ribu hektar.

Rangkaian kegiatan Pertemuan COP 28 yang diselenggarakan di Dubai dari tanggal 30 November hingga 12 Desember tersebut dihadiri sekitar 70.000 orang dari unsur pemerintah, parlemen, pihak swasta dan elemen masyarakat sipil dari negara-negara pihak Perjanjian Paris, untuk mendiskusikan langkah-langkah yang dipandang perlu dalam rangka menyikapi fenomena perubahan iklim.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini