Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Fungsi Ekonomi KBRI Bangkok Ahmad Rama Aji Nasution dan Atase Perdagangan Bangkok Rafika Arfani menyambut hangat kehadiran nasabah PNM Mekaar di Thailand.
Menurut Ahmad, kesempatan ini merupakan peluang yang sangat baik bagi pelaku UMKM di Indonesia untuk belajar langsung bagaimana implementasi One Tambon One Product (OTOP) yang terkenal di sana.
"Nanti saat berkunjung ke tempat OTOP jangan sungkan untuk bertanya apapun mulai dari akses pasar sampai ekspor produk. Selalu semangat belajar untuk lebih baik lagi," kata Ahmad, Sabtu (9/12/2023).
Menurutnya, sebelum berpikir untuk bersaing dengan produk luar, pelaku UMKM Indonesia harus mampu membangun spirit untuk memenuhi permintaan pasar di dalam negeri. Apalagi potensi yang ada masih terbuka sangat luas.
Dia mengatakan, jumlah penduduk Indonesia sangat besar dan merupakan potensi pasar yang luar biasa.
Sementara, Rafika memberi semangat dan berbagi tips kepada nasabah Mekaar untuk dapat bersaing dengan produk Thailand.
Menurutnya, hal utama yang perlu dilakukan oleh ibu-ibu nasabah Mekaar adalah membuat produknya lebih baik lagi.
"Pasar Indonesia lebih besar dari Thailand. Kalau produk sudah baik dari segi kualitas dan kuantitas produksi juga sudah konsisten, kami terbuka untuk membantu ibu-ibu ekspor ke Thailand," terang Rafika.
Sebagai informasi, PNM memberangkatkan 15 nasabah unggulan untuk belajar dari desa kreatif di Thailand yang menerapkan OTOP.
Harapannya, para nasabah dapat membangun kolaborasi di daerah asalnya masing-masing untuk menghasilkan produk unggulan secara gotong royong.
Kepala Sekretariat Perusahaan PNM, Dodot Patria Ary menyampaikan komitmennya untuk membantu para perempuan prasejahtera meningkatkan kualitas hidup lewat literasi dan fasilitas belajar sejalan dengan pemberian modal intelektual.
Dodot menegaskan pemberangkatan 15 nasabah ini adalah komitmen pemberdayaan berkelanjutan.
Dalam berbagai kesempatan, Dodot menyatakan bahwa pemberdayaan bukan sekedar memberikan modal uang semata. Tetapi memberikan modal intelektual berupa meningkatnya wawasan sekaligus skill berbisnis.
"Selain membutuhkan modal uang, kelompok subsisten masih membutuhkan intervensi dalam meningkatkan kapabilitas mereka. Di situ lah kami mengisi gap inklusi dengan literasi sebagai complete set of empowerment," pungkas Dodot.