TRIBUNNEWS.COM - Seorang reporter Al Jazeera bernama Anas Al-Sharif, baru saja kehilangan kerabat dekatnya akibat serangan Israel, Doha News melaporkan.
Anas al-Sharif harus mengucapkan selamat tinggal kepada ayahnya, Jamas (65) yang terbunuh ketika serangan udara Israel menghantam rumah keluarga mereka di kamp pengungsi Jabalia, Gaza utara, lapor Al Jazeera.
Lewat unggahan di X, Al-Sharif menuliskan pesan perpisahan untuk keluarganya.
Ia juga mengatakan sudah tidak bertemu dengan orang tuanya selama 60 hari terakhir, hampir sejak perang Israel-Hamas meletus pada 7 Oktober 2023 kemarin.
"Saya merindukan mereka dan kerinduan saya terhadap semakin bertambah," urainya.
"Saya tidak dapat bertemu mereka kecuali mengucapkan selamat tinggal kepada ayah saya tercinta," lanjut Al-Sharif.
"Saya melihat ayah saya sebagai seorang martir dan memeluk ibu saya untuk menghibur dia, dan saya sendiri," tulisnya.
Baca juga: 1400 Lebih Jurnalis dari Seluruh Dunia Tanda Tangani Petisi Hentikan Pembunuhan Jurnalis di Gaza
Secara luas, Al-Sharif mendapat julukan dari para aktivis dan rekan jurnalisnya sebagai mata dan telinga warga Palestina di Gaza utara.
Sebelum gugur dalam serangan udara Israel, keluarga reporter Al Jazeera itu dievakuasi ke sekolah-sekolah yang dikelola UNRWA.
"Ayahnya tidak dapat meninggalkan daerah tersebut karena alasan kesehatan," papar kantor Al Jazeera.
Ancaman terhadap Jurnalis Al Jazeera
Anas Al-Sharif mengaku telah menerima ancaman dari Pasukan Pendudukan Israel pada 22 November 2023 kemarin, atau dua minggu yang lalu.
Mereka menuntut agar Al-Sharif segera berhenti melaporkan dari Gaza utara.
Namun, Al-Sharif kekeh dan bersumpah untuk terus melanjutkan liputannya, meskipun di bawah ancaman Israel.
Dalam unggahan X, Al-Sharif mengatakan bahwa ayahnya dibunuh sebagai balas dendam atas pekerjaan jurnalistiknya.