“Tempat penampungan sudah lama melebihi kapasitas maksimalnya, orang-orang mengantre berjam-jam hanya untuk menggunakan toilet – satu toilet tersedia untuk ratusan orang,” kata Lynn Hastings, koordinator kemanusiaan PBB untuk wilayah Palestina.
“Hal ini hanya menyebabkan krisis kesehatan.”
Baca juga: Israel Mulai Banjiri Terowongan di Gaza, Biden: Mereka Bilang Tak Ada Sandera, tapi Saya Tidak Yakin
Hastings mengatakan perintah evakuasi Israel membahayakan operasi bantuan.
“Mencoba memberikan makanan kepada orang-orang yang berada di Rafah sangatlah sulit,” tambahnya.
Mahmoud Aziz (36), merupakan salah satu warga Palestina yang melarikan diri ke selatan menuju Rafah atas perintah Israel.
Dia sekarang tinggal di satu gedung dengan sekitar 70 orang.
“Seluruh keluarga kami menderita diare yang sepertinya disebabkan oleh air yang kami minum, atau cuaca dingin,” katanya.
“Kami membiarkan jendela terbuka karena pemboman tersebut; kami takut terkena kaca kalau ada bom.”
Selama serangan darat di Gaza, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) memerintahkan penduduk untuk pindah ke bagian selatan menuju Khan Younis dan Rafah untuk berlindung.
Perang tersebut telah menewaskan sedikitnya 18.000 warga Palestina dan melukai 50.000 lainnya, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.
Di wilayah Khan Younis, yang dulu dianggap aman, kini menjadi lokasi pertempuran paling sengit.
Sekitar 1,9 juta orang di Gaza – atau 90 persen populasi wilayah tersebut, menurut data PBB – telah mengungsi.
Baca juga: Majelis Umum PBB Loloskan Resolusi Gencatan Senjata Kemanusiaan di Gaza
Banyak di antara mereka yang kini tinggal di tenda-tenda yang ditutupi selimut atau pakaian apa pun yang bisa mereka temukan.
Israel akan Tetap Melanjutkan Serangan
Sementara itu, Israel menegaskan kembali bahwa mereka akan melanjutkan perangnya di Jalur Gaza “dengan atau tanpa dukungan internasional”, Middle East Eye melaporkan.