Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK – Perang antara Israel dengan kelompok militan Palestina Hamas mulai meluas dan berdampak pada industri makanan.
Baru-baru ini CEO McDonald's Chris Kempczinski mengonfirmasi bahwa beberapa pasar di Timur Tengah mengalami dampak bisnis yang berarti karena konflik Israel-Hamas serta informasi yang salah terkait tentang merek tersebut.
Kempczinski juga mengatakan misinformasi seputar merek seperti McDonald's "mengecewakan dan tidak berdasar".
Baca juga: Gegara Aksi Boikot, Suntikan Modal Startup di Israel Anjlok Jadi Terendah Sejak 2015
“Di setiap negara tempat kami beroperasi, termasuk negara-negara muslim, McDonald’s dengan bangga diwakili oleh pemilik operator lokal yang bekerja tanpa kenal lelah untuk melayani dan mendukung komunitas mereka sambil mempekerjakan ribuan warganya,” kata Kempczinski dalam postingan LinkedIn.
Sebagaimana diketahui, McDonald’s mendapat penolakan serta boikot di sejumlah negara usai perusahaan memberikan ribuan makanan gratis kepada personel Pasukan Pertahanan Israel.
Tak hanya McDonald’s, beberapa merek Barat juga merasakan dampak boikot yang kini juga terjadi di beberapa negara di luar kawasan Arab, termasuk Malaysia yang mayoritas penduduknya Muslim.
Pada tahun fiskal 2022, perusahaan ini mewaralabakan dan mengoperasikan sekitar 40.275 restoran McDonald's di lebih dari 100 negara. Rantai makanan cepat saji ini melaporkan total pendapatan tahunan sebesar 23,18 miliar dolar AS pada tahun tersebut.
Hingga saat ini, sekitar 1.200 warga Israel dibunuh oleh Hamas sejak meluncurkan serangan besar-besaran pada 7 Oktober 2023. Sementara serangan Israel telah menewaskan sekitar 22.438 orang di Gaza, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.