TRIBUNNEWS.COM - Mantan Kepala Intelijen Luar Negeri Israel (Mossad), Yossi Cohen, menyalahkan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, atas kegagalan mencapai tujuan perang yang berjalan lebih dari tiga bulan.
Netanyahu dan para menterinya dikabarkan berusaha menyalahkan aparat keamanan militer atas kegagalan mencegah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.
Yossi Cohen menekankan Netanyahu harus menanggung akibatnya.
"Keputusan pemerintah mengancam keberadaan Israel, dan membuat Israel menghadapi risiko kembali ke Rusia, Polandia, Inggris, dan negara lain jika negara-negara tersebut setuju untuk menerimanya," kata Yossi Cohen kepada Haaretz, Sabtu (6/1/2024).
Ia tidak menjelaskan lebih lanjut mengapa warga Israel berisiko kembali ke Eropa ketika keberadaan Israel terancam.
"Kecerobohan Menteri di Dewan Perang, Benny Gantz, mengubah Israel di mata dunia dari 'korban' menjadi 'penjahat perang' dan dari 'mereka yang mempunyai hak' menjadi 'pembunuh anak-anak',” katanya, menggambarkan perubahan drastis akan stereotip Israel di mata dunia.
Benny Gantz adalah menteri Israel yang mendirikan Dewan Perang bersama Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, menyerukan serangan besar di Jalur Gaza.
Saat ini, Israel sedang mengalami perselisihan internal untuk menunjuk pihak yang bertanggung jawab atas kegagalan 7 Oktober 2023.
Haaretz mengabarkan pihak pemerintah berusaha menyalahkan pihak militer.
Sementara itu, Channel 12 Israel mengutip sumber-sumber senior di tentara Israel, mengatakan mereka merasa terganggu dengan upaya staf pemerintahan untuk menyalahkan militer Israel.
"Tentara berperang di Jalur Gaza, Tepi Barat dan Lebanon, namun pemerintah sedang melawan kami," kata sumber tersebut kepada Channel 12 Israel, Sabtu (6/1/2024).
Baca juga: Bahas Kematian Yonatan Netanyahu, Hamas Minta Keluarga Sandera IDF Tak Percaya Israel
Tujuan Israel Belum Tercapai
Haaretz mengatakan tentara Israel belum mencapai tujuan perang di Jalur Gaza.
"Kemampuan Hamas sudah siap dan menjalankan fungsinya, bahwa para pemimpin militernya masih hidup, dan sebagian besar terowongan belum dihancurkan," lapor Haaretz, mengutip perkataan salah satu anggota dewan mini-kementerian Israel.
"Melucuti senjata Hamas memerlukan beberapa bulan lagi," lanjutnya.