TRIBUNNEWS.COM - Setelah tiga pasukan Amerika Serikat (AS) tewas dan puluhan lainnya terluka dalam serangan drone pada Minggu (28/1/2024) kemarin, Presiden AS Joe Biden hadapi tekanan politik.
Seperti yang diketahui, pasukan AS di pos terpencil bernama Tower 22 di Yordania telah diserang oleh sebuah drone oleh militan yang didukung Iran.
Setelah serangan tersebut, Biden menghadapi tekanan politik untuk menyerang Iran, meskipun dirinya enggan melakukan hal tersebut karena takut memicu perang yang lebih luas.
Biden mengatakan Amerika Serikat akan merespons, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Dikutip dari Reuters, Partai Republik menuduh Biden membiarkan pasukan AS menjadi sasaran empuk.
Mereka mengatakan hari itu tiba pada hari Minggu, ketika sebuah drone serangan satu arah menyerang dekat barak pangkalan pada pagi hari.
Sebagai tanggapan, mereka mengatakan Biden harus menyerang Iran.
"Dia (Biden) meninggalkan pasukan kita sebagai sasaran empuk," kata Senator AS dari Partai Republik, Tom Cotton.
"Satu-satunya jawaban terhadap serangan-serangan ini adalah pembalasan militer yang dahsyat terhadap pasukan Iran, baik di Iran maupun di Timur Tengah," lanjutnya.
Anggota Partai Republik yang memimpin komite pengawasan militer AS di DPR, Mike Rogers, juga menyerukan tindakan terhadap Teheran.
"Sudah lama sekali bagi Presiden Biden untuk akhirnya meminta pertanggungjawaban rezim teroris Iran dan proksi ekstremis mereka atas serangan yang mereka lakukan," kata Rogers.
Baca juga: 3 Rudal Israel Serang Militan di Damaskus, 6 Pejuang Pro-Iran Tewas
Mantan Presiden Donald Trump, menggambarkan serangan itu sebagai "konsekuensi dari kelemahan dan penyerahan diri Joe Biden".
Pemerintahan Biden mengatakan pihaknya berupaya keras untuk melindungi pasukan AS di seluruh dunia.
Seorang dari Partai Demokrat secara terbuka menyuarakan keprihatinan bahwa strategi Biden dalam membendung konflik Israel-Hamas di Gaza gagal.