TRIBUNNEWS.COM - Dua kakak beradik di Jalur Gaza ditembak oleh sniper Israel saat akan mengevakuasi diri ke tempat yang lebih aman, meski keduanya membawa bendera putih.
Dilansir Al Jazeera, pada 24 Januari 2024, keluarga Barbakh sedang mempersiapkan diri untuk meninggalkan Al-Amal, Khan Younis menuju ke selatan.
Keluarga Barbakh pindah karena beredar pamflet dari pasukan Israel sehari sebelumnya yang memerintahkan mereka untuk mengungsi.
“Kami tidak tahu harus berbuat apa,” kata ibu dari keluarga tersebut, Islam, kepada Al Jazeera.
“Pada awalnya, kami bahkan tidak yakin dengan perintah evakuasi ini karena kami sendiri belum melihatnya."
"Kami mencoba untuk bersembunyi di rumah kami dan menjaga semua orang tetap aman."
“Tetapi akhirnya kami menyadari bahwa kami harus pergi dan mulai mencoba membuat rencana."
"Suami dan anak-anak saya berpikir mungkin kami dapat mendobrak tembok belakang dan keluar dari sana, karena kami dapat mendengar ada tembakan di luar," tuturnya.
Namun pada akhirnya, keluarga Barbakh memutuskan bahwa cara terbaik adalah dengan cara yang paling langsung, yakni keluar rumah dengan membawa bendera putih dan menuju ke wilayah al-Mawasi sesuai petunjuk dalam pamflet.
“Saya memenggil Nahedh sang adik,” kata Mohamed-Adel, sang ayah.
“Saya memberinya kain putih untuk dikibarkan di atas kepalanya sebagai bendera putih."
Baca juga: Pria Palestina Ditembak Mati Tentara Israel setelah Diwawancarai TV, Padahal Sudah Angkat Tangan
"Saya pikir, tidak mungkin ada orang yang ingin menyakiti atau takut pada anak-anak," jelasnya.
Saat anggota keluarga yang lain sedang mengumpulkan barang-barang terakhir yang mereka pikir bisa mereka bawa, Nahedh (13) melangkah keluar dari pintu depan dengan hati-hati.
Ia mengibarkan bendera putihnya di atas kepala dan berjalan perlahan ke sudut agar dia bisa melihat ke arah mana keluarganya harus pergi.
Menurut kesaksian keluarga tersebut kepada Al Jazeera, saat Nahedh mengambil beberapa langkah keluar dari pintu, dia tertembak di kakinya dan jatuh ke tanah.
Sang ayah langsung memanggilnya dari dalam pintu rumah, membujuk anak kecilnya itu untuk bangun dan mencoba masuk kembali ke dalam rumah.
Ketika Nahedh bangkit untuk mencoba kembali ke dalam rumah, dia ditembak dua kali lagi, di punggung dan di kepala.
Kakaknya, Ahmed, 18 tahun, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa penembakan itu datang dari arah al-Katiba sekitar 400 meter jauhnya.
Agen verifikasi AlJazeera, Sanad, dapat mengkonfirmasi aktivitas militer Israel pada hari tersebut.
Melihat apa yang terjadi pada adik laki-lakinya, Ramez (20) berlari keluar rumah untuk mencoba menariknya keluar dari bahaya.
Tetapi ia tertembak tepat di jantungnya dan menimpa saudaranya, bendera putih, dan sebagainya.
“Saya terus berharap mereka masih hidup, masih ada nafas di dalam mereka,” kata Islam sang ibu.
“Saya tidak dapat memikirkan hal lain selain ‘Saya ingin anak-anak saya, saya ingin anak-anak saya'."
“Saya tidak yakin bagaimana saya bisa tetap berada di dalam rumah, tapi yang saya ingat hanyalah berteriak dari jendela kepada siapa pun yang saya lihat di seberang jalan, meminta mereka membantu, melakukan apa saja," ungkapnya.
Keluarga tersebut tidak dapat mendekati jenazah Nahedh dan Ramez dan akhirnya harus meninggalkan lingkungan tersebut tanpa mengetahui apa yang terjadi pada mereka.
Baca juga: Tolak Putusan Mahkamah Internasional Terhadap Israel, Hakim Uganda Tidak Diakui Negaranya Sendiri
“Mereka ada di sana, di jalan, sepanjang hari,” kata Islam.
“Saat kami pergi, kami tidak bisa memindahkan jenazah mereka dan kami bahkan tidak bisa sekedar berhenti untuk memeriksanya. Penembakan terjadi terus-menerus.”
Hanya satu foto yang selamat dari kejahatan itu.
Foto tersebut diambil oleh Ahmed, saudara dari kedua anak laki-laki tersebut.
Ia mengatakan kepada Al Jazeera bahwa dia mengambil foto saudaranya yang terbunuh agar ia tidak pernah melupakan mereka, serta untuk mendokumentasikan kejahatan yang dilakukan Israel, kejahatan menembak seorang anak yang membawa kain putih.
*) Tribunnews sengaja tidak menampilkan foto tersebut karena mengandung unsur kekerasan dan sadisme.
Hasil investigasi Sanad
Investigasi Sanad menunjukkan dengan tepat lokasi di mana Ramez dan Nahedh menjadi sasaran penembak jitu Israel, di dekat sekolah Harun ar-Rashid di al-Amal, juga dikenal sebagai “Blok 109” pada peta yang dirilis tentara Israel di Gaza.
Menurut kesaksian, anak-anak tersebut ditembak sekitar pukul 10:30 pada tanggal 24 Januari.
Ahmed berhasil mengambil foto tubuh mereka antara pukul 13.00 dan 13:30, berdasarkan bayangan di foto.
Dalam foto itu, noda darah terlihat jelas pada bendera putih yang dibawa Nahedh.
Keluarga Barbakh tidak pernah bisa mengungsi bersama-sama.
Sebaliknya, mereka berduka atas anak-anak mereka sambil menerobos tembok rumah mereka untuk melintasi jalan dan rumah lain, berlari dari satu tempat berlindung ke tempat lain hingga mencapai jalan pantai di Khan Younis.
Sampai saat ini, mereka tidak tahu apa-apa apa yang terjadi pada jenazah Nahedh dan Ramez.
Pria Palestina Ditembak Mati Tentara Israel setelah Diwawancarai TV
Dalam insiden terpisah lainnya, seorang pria Palestina juga menjadi sasaran penembak jitu Israel, meski ia dan rombongannya membawa bendera putih.
Dalam artikel yang diterbitkan ITV News pada 24 Januari 2024, Ramzi Abu Sahloul (51) dan empat rekannya, diwawancarai media Inggris tersebut tentang proses evakuasi mereka dari Khan Younis ke Rafah.
Saat itu, Abu Sahloul berkata tidak ada tempat yang aman di Gaza.
“Di mana pun Anda akan melihat Tentara Israel. Mereka menembaki kami di rumah, di gedung mana pun, dan di jalan," tambahnya.
Kepulan asap yang mengepul dan suara tembakan kemudian terdengar, menandakan pertempuran sedang terjadi di dekatnya.
Wawancara kemudian selesai, jurnalis pun pergi.
Tetapi sang kameramen sempat berbalik untuk mengambil foto terakhir Abu Sahloul dan teman-temannya.
Tiba-tiba, terdengar tembakan keras.
Kelimanya mulai berlari, namun dalam hitungan detik Abu Sahloul terjatuh ke tanah.
Ia tertembak di dada. Salah satu pria meletakkan kain bendera di lukanya.
Salah seorang kemudian mengangkat Abu Sahloul dan membawanya pergi.
Menurut jurnalis ITV John Irvine yang melihat langsung kejadian itu, saat itu terlihat bendera yang awalnya berwarna putih, berubah menjadi merah.
Bahkan ketika mereka mencoba membawa Abu Sahloul ke tempat yang aman, terdengar suara tembakan lagi dan suara deru peluru yang lewat di dekat mereka, menunjukkan bahwa mereka masih menjadi sasaran.
Akhirnya mereka membawa tubuh Abu Sahloul ke tempat yang lebih aman, di mana istrinya, mulai meratap dan berduka atas kehilangannya.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)