Serangan Langsung ke Teheran, 3 Kemungkinan Balas Dendam AS ke Iran Atas Insiden Berdarah Tower 22
TRIBUNNEWS.COM - Insiden tewasnya tiga tentara Amerika Serikat (AS) di Tower 22, sebuah pangkalan militer rahasia AS di wilayah Yordania, memicu spekulasi perang besar di Timur Tengah.
AS secara terbuka menuduh serangan didalangi Iran lewat tangan kelompok milisi proksinya.
Teheran membantah tegas terlibat dan balik mengancam akan membalas kalau diserang.
Baca juga: Panglima Garda Revolusi Iran ke AS: Kami Tak Cari Perang, Tapi Tak Mundur Kalau Serangan Datang
Presiden AS Joe Biden menyatakan berjanji akan membalas serangan itu.
Diksi balas dendam yang digaungkan Biden adalah, "Kita akan memerikan tanggapan pada waktu yang "sesuai pilihan kita".
Baca juga: Pangkalan Militer AS Kebobolan, Kenapa Markas Rahasia Tower 22 Tak Bisa Deteksi Drone Milisi Irak?
Dilema AS
Pernyataan Biden tersebut dinilai sejumlah pengamat mengandung dilema yang dihadapi AS dalam hal cara pembalasan terhadap serangan yang melukai puluhan tentara AS tersebut, delapan di antaranya kritis.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional (NSC) John Kirby mengatakan "kami tidak ingin berperang dengan Iran" namun AS menyalahkan Teheran atas tindakan sekutunya dalam serangan Minggu (28/1/2024) terhadap instalasi Tower 22 di timur laut Yordania.
Baca juga: 8 Tentara AS Terluka Parah Dievakuasi dari Suriah, Biden Beri Sinyal Buka Perang Besar Timur Tengah
Dilema yang dimaksud adalah, AS akan dianggap lemah dan melemah jika tidak bertindak tegas. Lamanya pembalasan dinilai sejumlah pengamat geopolitik juga akan berisiko menyebabkan lebih banyak serangan.
"Namun bertindak terlalu keras dapat memicu eskalasi dari Iran dan sekutunya di tengah tingginya ketegangan regional akibat perang Gaza antara Israel dan Hamas di Gaza serta Houthi di Yaman yang menyerang kapal-kapal di Laut Merah," tulis ulasan Newsweek soal dilema pembalasan AS atas serangan drone di pangkalan militer mereka.
"Peringatan Biden “tidak dimaksudkan sebagai ancaman gaya mafia,” kata Andrew Borene, direktur eksekutif di perusahaan intelijen ancaman global, Flashpoint, kepada Newsweek.
“Ini tentang menggunakan mandat untuk mengganggu dan menurunkan” kemampuan Iran dan kelompok sekutunya," kata dia.
Pembalasan akan lebih komprehensif dibandingkan serangan yang dilakukan AS terhadap sasaran-sasaran yang terkait dengan Iran sejauh ini, karena “apa yang telah dilakukan tidak berhasil,” tambahnya.
“Tujuannya harus diubah karena tingkat kekerasan dan gangguan perdagangan global serta serangan terhadap pelayaran komersial dan warga sipil harus dihentikan,” katanya.