TRIBUNNEWS.COM - Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky memebenarkan bahwa dirinya berencana merobak kepemimpinan militer dan politik pemerintahannya.
Pernyataan Zelensky dalam sebuah sesi wawancara yang disiarkan di RAI TV Italia, disiarkan pada Minggu (5/2/2024) malam, menyusul spekulasi yang telah berkembang dalam beberapa minggu belakangan bahwa dirinya berniat mencopot Panglima Tertinggi Militer Ukraina, Valery Zaluzhny.
"Awal yang baru diperlukan," ucap Zelensky, dikutip dari Al Jazeera.
"Ini bukan tentang satu orang, tetapi tentang arah kepemimpinan negara," lanjutnya.
Zelensky berusaha mengabaikan dampaknya ketika berkomentar mengenai perombakan tersebut.
“Kalau kita bicara ini yang saya maksud adalah pergantian sejumlah pemimpin negara, bukan hanya di satu sektor seperti militer,” ujarnya.
Zaluzhny ditunjuk oleh Zelensky beberapa bulan sebelum Rusia menginvasi pada Februari 2022.
Pria tersebut merupakan sosok yang populer di kalangan tentara dan masyarakat luas.
Menanggapi spekulasi yang makin panas diperbincangkan, Panglima Tertinggi Militer Ukraina itu membantah spekulasi bahwa dia mempunyai ambisi politik.
Dia dan presiden telah berselisih selama beberapa waktu mengenai cara perang, karena negara tersebut bergulat dengan persediaan amunisi yang terbatas, kekurangan personel setelah serangan balasan yang gagal, dan kebutuhan akan lebih banyak pasukan.
"Jika kita ingin menang, kita semua harus bergerak ke arah yang sama, yakin akan kemenangan, kita tidak boleh berkecil hati, biarkan tangan kita terkulai, kita harus memiliki energi positif," ucap Zelensky.
Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Hari Ke-713, Zelensky Ingin Perpanjang Darurat Militer Selama 90 Hari
Spekulasi telah mencengkeram Ukraina selama berminggu-minggu mengenai posisi Zaluzhny dan hubungannya dengan presiden ketika perang melawan invasi Rusia, yang mendekati peringatan dua tahun.
Pada akhir tahun lalu, Zelensky mengatakan dia telah menolak permintaan militer untuk memobilisasi hingga 500.000 orang dan menuntut untuk mengetahui bagaimana hal itu akan diorganisir dan dibayar.
Ketegangan antara kedua pria tersebut juga dipublikasikan tahun lalu setelah sang jenderal mengatakan kepada The Economist dalam sebuah wawancara bahwa perang telah menemui jalan buntu.