No Tech for Apartheid menyebut bahwa ketentuan kontrak Nimbus memungkinkan teknologi cloud dari perusahaan AS, termasuk alat kecerdasan buatan, digunakan untuk tujuan militer Israel.
Dokumen yang diperoleh The Intercept menunjukkan bahwa alat Project Nimbus dapat digunakan untuk pengawasan, yang merupakan aspek integral dari pendudukan Israel di wilayah Palestina.
Surat yang menyerukan Google untuk membatalkan hubungannya dengan Mind the Tech didistribusikan melalui milis internal karyawan yang didedikasikan untuk membahas kontrak perusahaan yang dianggap tidak etis oleh beberapa pekerja, serta beberapa milis untuk karyawan Google yang Muslim, Arab, dan anti-Zionis.
Surat itu ditandatangani oleh karyawan tetap Google serta karyawan sementara, vendor, dan kontraktor.
Surat tersebut juga menyoroti kampanye pemboman besar-besaran pemerintah Israel sejak bulan Oktober dan menyinggung keputusan Mahkamah Internasional baru-baru ini yang menemukan bahwa beberapa tindakan Israel tampaknya dapat masuk dalam ketentuan Konvensi Genosida.
Surat tersebut juga menunjuk pada krisis kemanusiaan yang terjadi di Gaza yang dipicu oleh pemboman dan penghancuran perumahan dan rumah sakit, serta pembatasan bantuan oleh pemerintah Israel ke wilayah tersebut, yang menyebabkan banyak kematian dan cedera.
Sebelumnya pada 2021, tak lama setelah kampanye militer Israel di Gaza, 90 pekerja Google dan 300 pekerja Amazon juga menerbitkan surat terbuka di Guardian yang menentang Proyek Nimbus.
Sementara itu, surat baru yang beredar di dalam internal Google ini menunjukkan bahwa penolakan terhadap kerja sama perusahaan tersebut dengan pemerintah Israel telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, terutama sejak peristiwa 7 Oktober.
Mohammad Khatami, seorang insinyur perangkat lunak untuk Google yang menandatangani surat tersebut, mengatakan kepada WIRED bahwa prioritas tertinggi bagi pekerja teknologi adalah bagaimana pekerjaan mereka mempengaruhi tidak hanya pengguna tetapi juga orang-orang di lapangan.
“Warga Palestina, yang banyak di antaranya adalah pengguna Google, berada dalam bahaya karena teknologi yang kami produksi,” katanya.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)