TRIBUNNEWS.COM - Surat kabar Amerika Serikat (AS), Wall Street Journal melaporkan bahwa ada perbedaan pendapat antara senior Hamas, kepala biro politik Hamas di Qatar, Ismail Haniyeh, dan pemimpin Hamas di Jalur Gaza, Yahya Sinwar.
Wall Street Journal mengatakan Yahya Sinwar menginginkan gencatan senjata permanen sementara Ismail Haniyeh mungkin menerima gencatan senjata sementara.
"Ismail Haniyeh siap menerima gencatan senjata selama 6 minggu tanpa komitmen dari Israel untuk menghentikan aksi militer sepenuhnya di Jalur Gaza, karena dia yakin bahwa hari-hari gencatan senjata tersebut dapat dieksploitasi dengan baik melalui mediator, untuk mencapai kesepakatan lebih lanjut," lapor Wall Street Journal, Kamis (7/3/2024).
Di sisi lain, menurut Wall Street Journal, Yahya Sinwar menilai Hamas lebih unggul.
Yahya Sinwar, yang sebagian besar tidak ikut dalam perundingan sampai saat ini, menuntut agar Israel berkomitmen untuk membahas gencatan senjata secara permanen.
Surat kabar itu mengatakan permintaan Yahya Sinwar membuatnya berbeda pendapat dengan pejabat Hamas lainnya.
"Para pejabat Mesir mengatakan Sinwar yakin Hamas saat ini lebih unggul dalam perundingan tersebut, dengan alasan perpecahan politik internal di Israel," lapor Wall Street Journal, mengutip sumber diplomatik Mesir.
"Termasuk retaknya kekuasaan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan meningkatnya tekanan Amerika terhadap Israel agar berbuat lebih banyak untuk meringankan penderitaan warga Gaza," lanjutnya.
Setidaknya, kini Hamas memiliki kantor politik di Qatar dan badan eksekutif di Jalur Gaza.
Biro politik Hamas di Qatar dipimpin oleh Ismail Haniyeh.
Sementara kepala biro politik Hamas di Jalur Gaza dipimpin oleh Yahya Sinwar, yang juga memimpin cabang militer Hamas, Brigade Al-Qassam, dikutip dari Alhurra.
Baca juga: Yahya Sinwar Kirim Pesan ke Rekannya di Qatar: Israel dalam Genggaman Hamas
Pembicaraan Gencatan Senjata Masih Berlanjut
Setelah empat hari membahas proposal gencatan senjata yang dimediasi oleh Qatar dan Mesir, tidak ada tanda-tanda kemajuan dalam poin-poin utama yang diminta oleh pihak Israel dan Hamas.
“Delegasi Hamas meninggalkan Kairo hari ini untuk berkonsultasi dengan para pemimpin gerakan tersebut, sementara negosiasi dan upaya terus dilakukan untuk menghentikan agresi, memulangkan para pengungsi, dan memberikan bantuan kepada rakyat kami," kata Hamas dalam pernyataannya, Kamis (7/3/2024).
Kemarin, Sami Abu Zuhri, pemimpin Hamas, mengatakan Israel telah menggagalkan semua upaya mediator untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata.
Dia menambahkan kepada Reuters, Israel menolak tuntutan Hamas untuk menghentikan agresi dan penarikan diri, dan untuk menjamin kebebasan masuknya bantuan dan kembalinya para pengungsi.
Hamas Palestina vs Israel
Sebelumnya, Israel mulai membombardir Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023).
Jumlah kematian warga Palestina di Jalur Gaza mencapai 30.800 jiwa dan 72.198 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Kamis (7/3/2024), 1.147 kematian di wilayah Israel, dan 375 kematian warga Palestina di Tepi Barat hingga Selasa (30/1/2024), dikutip dari Xinhua News.
Israel memperkirakan, masih ada kurang lebih 136 sandera yang ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel