TRIBUNNEWS.COM - Mesir mengecam rencana Israel menyerang kota Rafah, Jalur Gaza Selatan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kementerian Luar Negeri Mesir pada Minggu (17/3/2024).
Menurutnya, rencana Israel ini akan merugikan warga sipil di Rafah, di mana tempat 1,4 juta warga Gaza mengungsi dari perang Israel.
“Ini akan merugikan warga sipil Palestina yang mengungsi di Rafah sebagai tempat perlindungan terakhir di Gaza,” kata pernyataan itu, dikutip dari Anadolu Ajansi.
Sebelumnya Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyetujui rencana militer untuk operasi darat di Rafah meski ada penolakan Internasional.
Kemenlu mengatakan rencana Netanyahu ini mencerminkan ketidakpedulian kepada warga sipil.
“Setiap operasi (di Rafah), meskipun ada penolakan internasional, mencerminkan ketidakpedulian terhadap kehidupan warga sipil yang tidak bersalah, dan merupakan pelanggaran berat terhadap hukum internasional dan hukum kemanusiaan internasional,” katanya.
Mesir juga meminta Israel untuk menghentikan kebijakannya karena ini sudah keterlaluan.
"Hukuman kolektif terhadap penduduk Jalur Gaza, termasuk pengepungan, kelaparan, penargetan warga sipil tanpa pandang bulu, dan penghancuran infrastruktur," jelasnya.
Netanyahu juga berencana memindahkan warga sipil terlebih dahulu sebelum melancarkan serangannya.
Sementara itu, Presiden Mesir Abdel-Fattah al-Sisi mengatakan negaranya tidak akan membiarkan pengungsian paksa warga Palestina dari Jalur Gaza.
Baca juga: Abaikan Kecaman Internasional, Netanyahu Ngotot akan Serbu Rafah
"Mesir menolak pemindahan paksa warga Palestina ke wilayahnya dan tidak akan mengizinkannya,” kata pemimpin Mesir saat mengadakan pembicaraan dengan Presiden Komisi Uni Eropa, Ursula von der Leyen, di sela-sela pertemuan puncak Mesir-Eropa di Kairo.
Sisi juga menggarisbawahi perlunya gencatan senjata di Jalur Gaza.
Rencana Israel ini juga mendapat banyak kecaman dari berbagai pihak.