TRIBUNNEWS.COM – Amerika Serikat (AS) memilih untuk tidak menggunakan hak vetonya di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) dalam pemungutan suara untuk gencatan senjata di Jalur Gaza.
Padahal, AS sebelumnya sudah tiga kali memveto resolusi gencatan senjata di antara Israel dan Hamas.
Dalam pemungutan suara terbaru, yakni pada hari Senin pekan ini, AS memilih abstain sehingga resolusi itu bisa disahkan oleh DK PBB. Keputusan AS mencuri perhatian dunia.
Dilansir dari Al Jazeera, AS sendiri mulai frustrasi kepada Israel. Negara yang dipimpin oleh Presiden Joe Biden itu menekan Israel agar mengurungkan rencananya menyerang Kota Rafah di Gaza.
Adapun 14 negara anggota DK PBB memilih mendukung resolusi gencatan senjata dalam pemungutan suara terbaru itu. Tidak ada yang menolaknya.
Resolusi itu meminta adanya gencatan senjata jangka panjang, pembebasan warga Israel yang ditahan di Gaza, serta peningkatan bantuan kemanusiaan untuk wilayah Palestina itu.
Juru bicara Dewan Keamanan AS John F. Kirby mengatakan tidak ada perubahan mengenai sikap AS setelah negaranya memilih abstain. Dia juga mengungkapkan alasan di balik pilihan itu.
Dia mengklaim AS memilih abstain karena resolusi tersebut “tidak menyertakan kecaman terhadap Hamas”.
“Melalui pernyataan publik, kantor perdana menteri [Israel] tampak mengindikasikan bahwa entah bagaimana kami telah berubah,” kata Kirby dikutip dari NY Times.
“Kami belum berubah,” katanya menegaskan.
Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Matthew Miller menyebut “bahasa” dalam resolusi itu sejalan dengan sikap AS.
Baca juga: Trump Sebut Pemerintahan Netanyahu Kehilangan Dukungan Internasional: Selesaikan Perangmu!
“Kami tidak memveto karena kami pikir bahasanya, karena terkait dengan gencatan senjata, dan pembebasan sandera, konsisten dengan sikap AS yang sudah lama ada,” kata Miller kepada wartawan, dikutip dari Anadolu Agency.
Di samping itu, Miller mengklaim resolusi itu sebagai resolusi yang tidak mengikat.
Miller turut menyinggung perundingan gencatan senjata yang kini sedang bergulir di Qatar.
“Saya tidak bisa berkata bahwa resolusi ini akan berdampak pada negosiasi itu,” katanya.
“Namun, negosiasi itu tengah berlangsung. Negosiasi telah berlangsung selama sepekan ini dan ada mereka telah membuat kemajuan.”
Sementara itu, pakar politik Adam Shapiro menganggap keputusan abstain AS itu sebagai perubahan.
“Itu sebuah perubahan. Namun, hal tersebut tidak menghentikan pengiriman senjata. Dan itulah apa yang paling penting,” kata Shapiro dikutip dari Al Jazeera.
AS disebut meremehkan resolusi itu dan menyebutnya “tidak mengikat”. Namun, abstainnya AS itu sudah cukup untuk memicu respons keras dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Netanyahu kesal karena AS tidak mencegah resolusi tersebut.
Kantor Netanyahu kemudian mengeluarkan pernyataan yang menuding AS telah mengganggu upaya perang Israel.
“Itu adalah kemunduran yang jelas dari sikap konsisten AS,” ujar kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada hari Senin, (25/3/2024), dikutip dari Vanguard.
Pernyataan itu menegaskan bahwa ketegangan antara Netanyahu dan Presiden AS Joe Biden telah meningkat.
Baca juga: Sebut Negara Zionis Buat Kesalahan Besar, Trump: Israel Sudah Kehilangan Banyak Dukungan
Setelah pengesahan resolusi itu, Netanyahu membatalkan kunjungan delegasi Israel ke Washington, AS.
Sedianya, utusan itu dijadwalkan mengikuti rapat dengan para pejabat AS perihal rencana serangan Israel ke Kota Rafah.
Sebelumnya, Israel sudah mengancam akan membatalkan kunjungan utusan itu jika AS tidak memveto resolusi DK PBB.
Sementara itu, pemerintahan AS di bawah Biden sudah mendesak Israel agar membatalkan rencana serangan berskala penuh ke Rafah.
Menurut AS, serangan seperti itu akan membahayakan warga sipil Palestina yang terjebak di kota itu dan akan makin mengucilkan Israel di panggung dunia.
Sejumlah pejabat AS telah buka suara mengenai batalnya kunjungan utusan Israel.
Mereka menyebut hal itu sebagai contoh upaya AS untuk membendung perang di Gaza.
(Tribunnews/Febri)