Mau Apa Dua Kapal Perang Rusia di Halaman Depan Yaman? Takut Kapal Tankernya Dihajar Houthi?
TRIBUNNEWS.COM - Angkatan Bersenjata Rusia, mengumumkan dua kapal perang negara itu sudah berada dan masuk ke Laut Merah.
Dua Kapal Perang Rusia itu tiba di Luat Merah dengan melintas di 'halaman depan' Yaman -melalui Selat Bab Al Mandab- setelah melakukan manuver di Teluk Aden.
Baca juga: Houthi Tak Juga Mundur, Malah Luncurkan Empat Drone Serang Kapal Perang AS di Laut Merah
Dikutip kantor berita Rusia, TASS, Kamis (28/3/2024) kapal perang Rusia, Varyag, dan fregat Marshal Shaposhnikov, memasuki wilayah Laut Merah, menuju sebuah lokasi di Teluk Aden, untuk menjalankan misi yang ditugaskan.
Tidak dijelaskan tujuan akhir kapal Rusia menjelajahi Laut Merah. Begitu pula alasan Rusia mengirim kapal-kapal tersebut ke wilayah tersebut.
Namun, menurut Armada Pasifik Rusia, di antara misi yang ditugaskan kepada kedua kapal perang itu adalah mengawasi dan menindak aksi-aksi pembajakan di wilayah tersebut.
Pada saat yang sama, kapal-kapal Armada Pasifik Rusia, melanjutkan misi mereka sebagai bagian dari pelayaran berkala melintasi perairan internasional.
Mau Apa di Laut Merah?
Kehadiran dua kapal perang Rusia di Laut Merah ini terjadi sepekan setelah Komando Pusat Amerika Serikat (USCENTCOM) mengklaim sebuah kapal tanker minyak milik Tiongkok diserang di lepas pantai Yaman oleh rudal balistik yang ditembakkan oleh milisi Houthi, Minggu (24/3/2024).
Kapal tanker yang dimaksud adalah Kapal Huang Pu yang berbendera Panama, dimiliki dan dioperasikan oleh Tiongkok.
"Kapal tersebut mengeluarkan panggilan darurat pada hari Sabtu tetapi tidak meminta bantuan," kata Komando Pusat AS (CENTCOM) dalam sebuah pernyataan di platform media sosial X pada hari Minggu (24/3) pagi dilansir South China Morning Post.
Adapun Angkatan Bersenjata Yaman (YAF) yang terafiliasi gerakan Ansarallah Houthi mengumumkan, kalau Kapal Tanker Huang Pu yang disebut-sebut dimiliki oleh Tiongkok. menjadi sasaran serangan mereka karena berubah haluan menuju Israel.
Dalam pengumumannya tersebut, YAF menegaskan kalau Kapal Tanker Huang Pu merupakan kapal milik Inggris.
Adapun pihak Barat menyebut, Kapal Huang Pu sudah berganti kepemilikan.
Houthi sebelumnya sudah menegaskan kalau kapal-kapal China dan Rusia aman dari serangan mereka di Laut Merah.
Spekulasi yang berkembang menyebut kalau Houthi salah mengidentifikasi hingga menyerang Kapal Huang Pu yang sudah berganti kepemilikan.
Terkait itu, kuat dugaan kalau keberadaan dua kapal perang Rusia juga untuk mengamankan kapal-kapal tanker mereka yang melintas di Laut Merah dengan cara melakukan koordinasi dengan YAF dan Houthi agar tidak terjadi mis-komunikasi.
Janji Houthi ke Rusia dan China
Selama berbulan-bulan, kelompok Houthi yang berbasis di Yaman telah melakukan serangkaian serangan terhadap kapal-kapal di Laut Merah sebagai pembalasan atas tindakan militer Israel di Gaza.
Karena serangan Houthi, banyak kapal dipaksa mengalihkan rute ke perairan yang lebih aman.
Sebagai informasi, Houthi mengumumkan kepada Tiongkok dan Rusia awal bulan ini bahwa kapal mereka dapat berlayar melalui Laut Merah dan Teluk Aden tanpa diserang.
Sebagai imbalannya, kedua negara dapat memberikan dukungan politik kepada Houthi di badan-badan seperti Dewan Keamanan PBB, menurut beberapa orang yang mengetahui diskusi kelompok militan tersebut.
Kelompok militer Houthi mengatakan mereka menargetkan kapal-kapal yang terkait dengan Israel, Amerika Serikat, dan Inggris.
Namun, mereka tampaknya salah mengidentifikasi beberapa kapal. Rudal meledak di dekat kapal yang mengangkut minyak Rusia di dekat Yaman pada akhir Januari.
Hal ini terjadi beberapa hari setelah juru bicara Houthi mengatakan kepada surat kabar Rusia bahwa kapal dagang Rusia dan Tiongkok tidak perlu takut terhadap serangan.
Kelompok Houthi juga menembakkan rudal ke kapal tanker minyak milik Tiongkok Huang Pu pada hari Sabtu, kata Komando Pusat AS, menyoroti risiko yang terus berlanjut terhadap pengiriman di laut lepas Yaman meskipun ada perjanjian.
Sejak serangan dimulai, sebagian besar perusahaan pelayaran Barat menghindari selat tersebut dan malah berlayar mengelilingi Afrika bagian selatan.
Namun, kapal perang AS dan Inggris di Laut Merah telah menyerang sasaran Houthi di Yaman selama berminggu-minggu dalam upaya untuk mencegah kelompok militan tersebut melakukan serangan terhadap kapal dagang, sementara Iran, yang mendukung Houthi, memiliki kapal mata-mata di luar Laut Merah. Sebuah kapal Perancis juga berada di dekatnya.
Awal bulan ini, Iran, Rusia dan Tiongkok mengadakan latihan angkatan laut bersama di Samudera Hindia, menurut Kementerian Pertahanan Rusia.
Baik Varyag maupun Marsekal Shaposhnikov ikut serta dalam latihan tersebut, yang menurut Rusia dimaksudkan untuk mempraktikkan “keselamatan dalam kegiatan ekonomi maritim,” termasuk membebaskan kapal yang dibajak oleh perompak.
Rusia juga telah mencari pangkalan angkatan laut di Laut Merah di Sudan, meskipun konflik sipil di negara tersebut mungkin menggagalkan rencana tersebut.
Posisi Rusia dalam konflik Hamas-Israel
Hubungan persahabatan antara Rusia dan Israel telah memburuk, dan dukungan publik terhadap Hamas kini tidak perlu dipertanyakan lagi.
Langkah ini mewakili tujuan geostrategis yang lebih luas yang berupaya memposisikan Rusia sebagai pembawa perdamaian dan respons AS-Israel-Barat yang sedang berlangsung sebagai permasalahannya.
"Sangat mudah untuk membuat percikan api, sangat mudah. Dengan kengerian yang terjadi di sana, hal ini mudah dilakukan…Ketika Anda melihat penderitaan dan anak-anak yang berlumuran darah, tangan Anda mengepal dan air mata mengalir di mata Anda. Ini adalah reaksi orang normal mana pun. Jika tidak ada reaksi seperti itu, maka seseorang tidak memiliki hati, ia terbuat dari batu," kata Putin.
Dalam krisis Israel-Palestina yang sedang berlangsung, Rusia mengambil sikap pro-Palestina, demikian analisis Rupal Mishra and Ankur Dixit dikutip Australian Institute of International Affairs.
Para ahli berpendapat bahwa Putin memanfaatkan konflik Israel-Hamas untuk meningkatkan apa yang ia anggap sebagai perjuangan eksistensial dengan Barat demi terciptanya tatanan dunia baru.
Keterlambatan dalam tanggapannya terhadap serangan Hamas tidak luput dari perhatian, dan ketika ia akhirnya berbicara, kesalahan diarahkan pada Amerika Serikat atas kebijakan Timur Tengah yang dianggap gagal.
Tuduhan Trump bahwa AS berupaya “memonopoli” inisiatif perdamaian, mengabaikan kompromi yang bisa dilakukan, menimbulkan lapisan baru ketegangan geopolitik.
Klaim tambahan Putin bahwa AS telah mengabaikan kepentingan Palestina menempatkan Rusia sebagai pendukung vokal hak-hak Palestina, menandai perubahan signifikan dalam kebijakan Timur Tengah Rusia.
Meskipun menjadi bagian dari “Kuartet Timur Tengah” (sebuah kelompok yang terdiri dari Amerika Serikat, Rusia, PBB, dan Uni Eropa, yang didirikan pada tahun 2002 untuk memediasi proses perdamaian Israel-Palestina), kritik Rusia terhadap kebijakan AS menunjukkan adanya keinginan untuk melakukan hal yang sama. untuk membedakan pendiriannya dari pendirian negara-negara internasional.
Penekanan juru bicara Kremlin Dmitry Peskov pada upaya diplomatik berupaya menggambarkan posisi Moskow sebagai komitmen terhadap penyelesaian konflik.
Moskow bertujuan untuk memposisikan dirinya sebagai pembawa perdamaian potensial, berupaya untuk meningkatkan pengaruh regional.
Respons Rusia terhadap krisis yang sedang berlangsung dipandu oleh dua hal utama, yaitu jangka pendek dan jangka panjang.
Alasan langsung atas sikap pro-Palestina yang terang-terangan muncul dari konfrontasi yang sedang berlangsung dengan Barat. Menghadapi sanksi ekonomi dan politik, Rusia mencari dukungan dari negara-negara yang kritis terhadap sanksi dan hegemoni sepihak Barat.
Ini adalah langkah strategis untuk melawan isolasi Barat yang dipimpin AS. Meskipun Hamas menerima dukungan dari berbagai negara Timur Tengah, tidak semua negara secara terbuka mendukungnya karena persaingan regional dan ideologi.
Namun hal ini tidak berlaku bagi Arab Saudi dan UEA yang menghindari sikap anti-Hamas secara terang-terangan karena simpati masyarakat terhadap Hamas dan Palestina.
Kepentingan jangka panjang dari kebijakan Rusia di Timur Tengah adalah penyelarasan strategis kepentingan-kepentingannya sambil menghindari kewajiban-kewajiban yang tidak diperlukan.
Rusia bertujuan untuk mencegah kesalahan masa lalu yang memihak satu pihak dan merugikan pihak lain di kawasan Timur Tengah yang kompleks.
Selama Perang Dingin, Rusia mendukung sosialisme pan-Arab, mempertaruhkan posisi mereka melawan monarki yang dipimpin Saudi, dan pada akhirnya menurunkan status negara tersebut sebagai non-entitas di wilayah tersebut.
Tujuannya adalah untuk menjaga fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi dalam situasi geopolitik Timur Tengah untuk menjaga kepentingan strategisnya di kawasan.
(oln/pt/*)