TRIBUNNEWS.COM - Seorang dokter di penjara Israel buka suara tentang kondisi menyedihkan para tahanan.
Dokter yang tidak mau disebutkan namanya itu menulis surat kepada Jaksa Agung dan menteri pertahanan dan kesehatan Israel.
Surat itu kemudian dilihat oleh media Israel Haaretz, yang melaporkannya pada hari Kamis (4/4/2024).
Dalam suratnya, sang dokter mendeskripsikan kemungkinan kejahatan perang yang dilakukan oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF) di pusat penahanan Sde Teiman dekat Beersheva.
Militan Palestina yang ditangkap oleh pasukan IDF, serta banyak sandera sipil yang berusia mulai dari remaja hingga lanjut usia, dikurung di sana.
Ada sekitar 70-100 orang per kandang, sebelum dipindahkan ke penjara reguler Israel atau dibebaskan.
“Sejak hari pertama fasilitas medis beroperasi hingga hari ini, saya menghadapi dilema etika yang serius,” tulis dokter tersebut.
"Lebih dari itu, saya menulis untuk memperingatkan Anda bahwa pengoperasian fasilitas tersebut tidak mematuhi satu bagian pun di antara mereka yang menangani kesehatan dalam UU Penahanan Pejuang yang Melanggar Hukum."
Warga Palestina yang ditangkap dan ditahan oleh pasukan Israel tidak secara hukum dianggap sebagai tawanan perang oleh Israel karena Israel tidak mengakui Palestina sebagai sebuah negara.
Para tahanan ini sebagian besar ditahan berdasarkan Undang-Undang Penahanan Pejuang yang Melanggar Hukum.
Undang-undang itu memperbolehkan pemenjaraan siapa pun yang dicurigai mengambil bagian dalam permusuhan melawan Israel, hingga 75 hari tanpa menemui hakim.
Baca juga: McDonalds Umumkan Akuisisi 225 Waralaba Lokal Israel di Tengah Ramainya Aksi Boikot
Human Rights Watch telah memperingatkan bahwa undang-undang tersebut mencabut hak peninjauan kembali dan proses hukum yang berarti.
Tahanan di Sde Teiman diberi makan melalui sedotan dan dipaksa buang air besar dengan popok.
Mereka juga dipaksa tidur dengan lampu menyala dan diduga menjadi sasaran pemukulan dan penyiksaan.