“Saya biasa memasak somakia setiap Idul Fitri, dan akan terus melakukannya, namun tanpa daging karena harga daging sekarang terlalu mahal,” kata Al Massri kepada media Uni Emirat Arab, The National.
Berbagi makanan manis merupakan tradisi perayaan Idul Fitri di Timur Tengah.
Perayaan Idul Fitri dimulai pada malam sebelumnya, dilanjutkan dengan salat Idul Fitri pada pagi hari.
Mereka kemudian melanjutkan kemeriahan dengan berkumpul bersama teman dan keluarga untuk menyantap makanan manis dan bertukar bingkisan.
Hanneen Hinawi (35), pengungsi asal Gaza yang kini tinggal di tenda di Rafah, mengatakan perayaan Idul Fitri tahun ini bagi keluarganya akan sangat sederhana.
Tidak akan ada baju baru dan tidak ada hadiah untuk anak-anaknya.
Biasanya, warga Gaza akan membelikan anaknya baju baru, coklat, dan makanan ringan untuk Idul Fitri.
Namun tahun ini tidak ada baju baru atau coklat.
Anak-anak Hinawi memahami bahwa ini adalah masa-masa sulit dan mereka menerima perayaan Idul Fitri secara sederhana.
“Saya membelikan mereka biskuit Idul Fitri hanya karena mereka suka dan ingin menyantapnya di hari pertama setelah Ramadhan, seperti yang selalu mereka lakukan,” kata Hinawi.
Tahun ini, perayaan Idul Fitri di Gaza dibayangi oleh serangan Israel yang terus berlanjut.
Menurut otoritas Palestina, serangan Israel di Gaza telah menewaskan sekitar 33.360 orang dan melukai 75.993 lainnya.
Rumah tersebut dibom oleh tentara Israel, di kawasan al-Zawaida di sebuah kamp pengungsi di Gaza tengah.
Sebelumnya diberitakan, serangan ini menewaskan sedikitnya 10 warga Palestina, termasuk empat anak-anak.