Veto Keanggotaan Palestina di PBB, AS Pertimbangkan Angkut Pengungsi Gaza ke Negara Mereka
TRIBUNNEWS.COM - Amerika Serikat (AS), negara yang berulang kali mengeluarkan veto untuk mencegah diakuinya Palestina sebagai sebuah negara anggota PBB, dilaporkan mempertimbangkan untuk menerima para pengungsi Gaza ke negara mereka.
Pertimbangan AS itu menyertakan syarat, yakni para pengungsi Gaza itu sudah bisa keluar dari wilayah kantung Palestina yang terkepung ke Mesir.
Baca juga: Ogah Angkat Kaki, AS Perkuat Pangkalan Militer di Suriah: Takut Kembali Dibombardir Proksi Iran
Syarat lainnya adalah, pengungsi Gaza itu memiliki hubungan keluarga dekat dengan warga negara AS atau penduduk tetap AS.
Dikutip dari Anadolu dari lansiran CBS, para pejabat senior lintas badan federal AS dilaporkan telah mendiskusikan implementasi sejumlah pilihan untuk memukimkan warga Palestina dari Gaza yang memiliki keluarga dekat warga negara AS atau penduduk tetap. Hal itu terungkap dari sejumlah dokumen laporan internal pemerintah federal AS.
Menurut laporan itu, salah satu usulan yang mengemuka adalah menggunakan Program Penerimaan Pengungsi AS untuk memberikan status pengungsi pada mereka yang berhasil melarikan diri dari Gaza ke Mesir.
Laporan itu juga menyebut, dibutuhkan koordinasi dengan Mesir untuk mengeluarkan warga Palestina tambahan dari Gaza dan memprosesnya sebagai pengungsi jika mereka memiliki kerabat warga AS.
Pengusiran Secara Halus
Niatan AS ini menimbulkan anasir kalau cara tersebut menjadi pengusiran secara halus terhadap warga Palestina untuk ke luar dari tanah dan rumah mereka.
Israel dan AS secara simultan dan berkelanjutan juga terus menggaungkan pembicaraan seputar masa depan Gaza pasca-perang.
Sementara agresi tanpa pandang bulu Israel terus berlangsung, AS diketahui punya riwayat yang terus menentang upaya-upaya internasional agar Palestina masuk menjadi anggota PBB.
AS pada Kamis (18/4/2024) lalu memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait upaya Palestina menjadi anggota penuh PBB.
Rancangan resolusi kali ini diperkenalkan oleh Aljazair. Dalam pemungutan suara, rancangan resolusi yang merekomendasikan kepada Majelis Umum PBB agar Negara Palestina diterima sebagai anggota PBB tersebut mendapat 12 suara setuju, dua abstain, dan satu menolak.
Adapun Palestina telah menyandang status sebagai negara pengamat non-anggota PBB sejak 2012.
Mereka telah melakukan lobi selama bertahun-tahun untuk mendapatkan keanggotaan penuh di PBB, yang berarti pengakuan atas kenegaraan Palestina.
Lantas, apa alasan AS memveto? Wakil Duta Besar Amerika Serikat di PBB, Robert Wood, mengatakan PBB bukanlah tempat untuk pengakuan Negara Palestina.
Ia menyebut, pengakuan Negara Palestina melainkan harus menjadi hasil dari kesepakatan damai dengan Israel. Robert Wood menegaskan posisi AS tidak berubah, yakni terus mendukung solusi dua negara.
"Pemungutan suara ini tidak mencerminkan penentangan AS terhadap kenegaraan Palestina, tetapi merupakan pengakuan bahwa hal itu hanya akan datang dari negosiasi langsung antara kedua belah pihak," ucapnya setelah pemungutan suara pada Kamis, sebagaimana dilansir AFP.
Seperti diketahui, setiap permohonan untuk menjadi negara anggota PBB, harus terlebih dahulu mendapatkan rekomendasi dari Dewan Keamanan dan diikuti dengan dukungan dari mayoritas Majelis Umum.
Veto AS kali ini datang ketika Palestina dan negara-negara Arab lainnya memohon kepada Dewan Keamanan PBB untuk merekomendasikan keanggotaan penuh.
Menurut hitungan Palestina, mayoritas dari 193 negara anggota PBB atau tepatnya 137 negara telah secara sepihak mengakui Negara Palestina.
Otoritas Palestina pun kali ini mengecam Amerika Serikat karena memveto upaya Palestina menjadi anggota penuh PBB.
Mereka menyebutnya sebagai “agresi” yang mendorong Timur Tengah menuju “jurang yang dalam”.
"Kebijakan AS merupakan agresi terang-terangan terhadap hukum internasional dan dorongan untuk melanjutkan perang genosida terhadap rakyat kami... yang mendorong wilayah ini semakin jauh ke tepi jurang," kata kantor pemimpin Palestina Mahmud Abbas dalam sebuah pernyataan.
Sementara itu, Utusan Israel untuk PBB, Gilad Erdan, mengecam fakta bahwa Dewan Keamanan PBB bahkan meninjau kembali keanggotaan penuh Palestina di PBB, dan menyebutnya "tidak bermoral".
Israel terus membombardir Gaza sejak kelompok perlawanan Palestina, Hamas, melancarkan serangan lintas batas pada 7 Oktober 2023 lalu.
Sejak itu, lebih dari 34.500 warga Palestina telah tewas terbunuh, kebanyakan terdiri dari perempuan dan anak-anak. Sementara, puluhan ribu lainnya terluka di tengah kehancuran massal dan kelangkaan bahan-bahan kebutuhan pokok.
Israel dituding telah melakukan genosida oleh Mahkamah Internasional (ICC).
Pada Januari, ICC mengeluarkan putusan sementara yang memerintahkan Tel Aviv untuk menghentikan aksi genosida dan melakukan tindakan untuk menjamin pemberian bantuan kemanusiaan bagi warga sipil di Gaza.
(oln/anadolu/afp/kmps/*)